WomanIndonesia.co.id – Bencana kebakaran hutan kembali melanda sebagian wilayah Indonesia yang berdampak pada kabut asap yang akan mengganggu kesehatan masyarakat.
Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, FACG bersama empat rekannya Elina, A., Hapsari, F. C. P., Rahardja, C. & Makmun, D melakukan penelitian terkait hubungan antara paparan asap kebakaran hutan hujan dan keluhan klinis selama kebakaran hutan hujan Indonesia pada September-Oktober 2015.
Kebakaran hutan menghasilkan polutan asap yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Kebakaran hutan hujan di Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan / Kalimantan pada bulan September – Oktober 2015 adalah bencana besar baik secara ekonomi, lingkungan, dan kesehatan manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara paparan demografi dan asap api hutan dengan banyak gejala klinis mulai dari pernapasan, mata, dll.
Sampel penelitian diambil dengan kuesioner online pada Oktober 2015 untuk penduduk Kalimantan dan Sumatra yang wilayahnya terpapar dan tercemar oleh asap.
Data dianalisis menggunakan analisis multivariat dan bivariat.
Di antara hasil yang ditunjukkan bahwa durasi paparan asap langsung ke seseorang (dalam jam / hari) secara statistik signifikan terhadap masalah kesehatan seperti iritasi mata (p = 0,024; OR = 44), batuk (p = 0,031; OR = 19 ), rhinorrhea (p = 0,002; OR = 65), sakit tenggorokan (p = 0,064; OR = 7,9), dyspnea (p = 0,026; OR = 12).
Penggunaan peralatan yang lebih sederhana dan kurang protektif seperti jaringan menunjukkan risiko yang lebih tinggi (p = 0,048; OR = 18,8) dibandingkan masker biasa sekali pakai sederhana (p = 0,03; OR = 6,3) untuk mendapatkan gejala pernapasan, terutama batuk, dan sakit tenggorokan.
Dari hasil penelitian disimpulkan durasi paparan asap api hutan dan jenis alat pelindung pernapasan dikaitkan dengan masalah kesehatan. Hasil penelitian ini dimuat dalam Advanced Science Letters 2017.
Dampak Paparan Asap Bagi Kesehatan
“Kami pernah melakukan penelitian mengenai hal tersebut 4 tahun lalu. Metode dilakukan dengan cara survey online pada masyarakat yang terkena dampak asap,” jelas dr. Ari dalam keterangan persnya baru-baru ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama terpapar asap akan menyebabkan iritasi pada mata, batuk, sesak nafas, pilek dan sakit tenggorokan.
“Selain masyarakat yang melakukan proteksi sederhana misalnya dengan tisue akan lebih berisiko mempunyai masalah kesehatan dibandingkan dengan menggunakan masker,” ujarnya.
Secara umum, lanjut dr. Ari jika kualitas udara tidak baik karena asap maka yang akan berpengaruh kadar oksigen. “Kekurangan oksigen akan menyebabkan hipoksia,” ujarnya.
Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan permasalahan kesehatan pada organ-organ tubuh.
“Di dalam tubuh, keseimbangan oksigen dijaga oleh sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan,” katanya.
Hipoksia seharusnya kita hindari apalagi pada orang yang sudah mempunyai permasalahan pada pembuluh darah, baik pada pembuluh darah otak maupun pembuluh darah jantung.
Kadar oksigen yang rendah menyebabkan jantung akan mengalami penurunan suplai oksigen yang berat yang yang dapat menyebabkan terjadinya infark atau kematian jaringan.
Begitu pula pada orang yang sudah mempunyai permasalahan pembuluh darah otak, kekurangan oksigen dapat memperburuk kondisi pasien hingga mengakibatkan pasien tidak sadarkan diri.
Penelitian membuktikan bahwa kondisi hipoksia sistematik kronik dapat menyebabkan kerusakan pada hati, ginjal, jantung dan lambung. Pertanyaan selanjutnya adalah, berapa persen penurunan kadar oksigen yang terjadi akibat asap yang menutupi Pekanbaru dan kota-kota lain di Indonesia yang tertutup kabut asap?
“Hal ini yang harus dijawab terlebih dahulu sehingga kita bisa memprediksi terjadinya hipoksia pada masyarakat akibat dari turunya kadar oksigen dari udara tersebut,” jelas dr. Ari.
Di sisi lain komponen asap akibat kebakaran hutan juga harus dianalisa, sehingga dapat diprediksi dampaknya buat kesehatan.
Akhirnya memang perlu penelitian lebih lanjut mengenai kandungan asap yang ada dan dampak penurunan kadar oksigen sehingga dampak pada masyarakat dapat diprediksi dan diantisipasi.
Untuk sementara memang masyarakat dianjurkan untuk tidak terhirup asap dan mencegah untuk tidak berada di luar rumah saat jumlah asap masih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News