WomanIndonesia.co.id – Monosodium Glutamate (MSG) sering kali mendapat stigma negatif. Tidak jarang, banyak yang mengaitkan MSG dengan berbagai gangguan kesehatan, mulai dari sakit kepala, hingga isu yang menyebutkan berpengaruh buruk pada kecerdasan anak. Namun, benarkah anggapan tersebut?
Dalam sebuah diskusi bersama media, Dr. Sonia Wibisono, Medical Doctor, menegaskan bahwa MSG sesungguhnya berasal dari bahan alami. “MSG itu terbuat dari tebu. Prosesnya melalui fermentasi, sama seperti kita membuat tempe, yogurt, atau kecap. Jadi ini bukan bahan kimia buatan seperti plastik, melainkan berasal dari sumber yang natural,” jelasnya di Jakarta, Rabu (24/9).
Apa Itu Glutamat?
Glutamat adalah asam amino, bagian dari protein yang secara alami terdapat pada berbagai makanan seperti daging, tomat, jamur, hingga keju. Zat inilah yang memberikan rasa gurih atau dikenal dengan istilah umami.
“Kalau kita makan jamur, atau tomat cherry, rasanya gurih alami. Itu karena adanya glutamat,” terang Dr. Sonia. “MSG hanya menambah cita rasa gurih ini dari luar, sehingga masakan jadi lebih nikmat.”
Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, pakar nutrisi, menambahkan bahwa glutamat termasuk zat gizi yang sudah lama dikenal tubuh manusia. Bahkan, glutamat ditemukan secara alami dalam air susu ibu (ASI). “Ketika bayi mengonsumsi ASI, glutamat membantu menekan bakteri jahat dalam usus sekaligus meningkatkan antioksidan,” jelasnya.
Aman Dikonsumsi dalam Batas Wajar
MSG termasuk dalam kategori Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang telah diakui aman penggunaannya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas aman konsumsi MSG sebesar 30 mg per kilogram berat badan per hari.
“Segala sesuatu kalau berlebihan pasti tidak baik. Terlalu banyak garam bisa menyebabkan hipertensi, terlalu banyak gula bisa berujung diabetes. Begitu juga dengan MSG, yang penting penggunaannya sesuai takaran,” kata Dr. Sonia.
Bahkan, MSG bisa menjadi alternatif pengganti garam karena kandungan natriumnya lebih rendah. Dengan begitu, rasa gurih tetap bisa diperoleh tanpa harus menambahkan terlalu banyak garam ke dalam makanan.
Menghapus Mitos Negatif
Salah satu isu yang sering muncul adalah anggapan MSG menyebabkan gangguan otak. Dr. Rita meluruskan hal ini. “Glutamat yang kita konsumsi tidak bisa menumpuk di otak dalam jumlah tinggi, karena proses metabolisme sudah berhenti di saluran pencernaan. Tubuh kita sendiri yang memproduksi glutamat di otak untuk mendukung fungsi memori. Jadi, informasi yang menyebutkan MSG membuat otak pusing atau anak jadi bodoh, itu tidak berdasar,” tegasnya.
Ia menambahkan, penelitian internasional sudah meninjau ulang batas konsumsi MSG. “Di Eropa, dulu ada angka acuan konsumsi harian (ADI). Namun kini, ADI untuk MSG sudah dicabut karena tidak terbukti memberi efek berbahaya. Artinya, MSG bisa dikonsumsi dengan aman, tentu saja sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Kembali ke Alami, Tidak Perlu Takut MSG
Di tengah maraknya pola makan modern dan junk food, baik Dr. Sonia maupun Dr. Rita mengingatkan pentingnya kembali pada bahan makanan segar yang murah dan bergizi, seperti tahu, tempe, ikan teri, hingga sayuran lokal.
“Indonesia kaya akan bahan makanan sehat dan murah. Jadi mari kembali ke bahan alami, dan jangan khawatir berlebihan terhadap MSG. Ingat, masalah kesehatan bukan hanya dari bumbu masakan, tapi juga dari cara pengolahan dan kebersihan makanan,” pungkas Dr. Sonia.
Kampanye MSG
Melalui kampanye MSG #YangBenar, PT Sasa Inti mengajak masyarakat untuk melihat MSG (Monosodium Glutamat) dari perspektif yang tepat. Sasa MSG diproduksi melalui proses fermentasi alami tetesan tebu, serupa dengan cara pembuatan tempe, kecap, dan yogurt. Proses ini menjadikan Sasa MSG aman dikonsumsi, bahkan dapat membantu mengurangi penggunaan garam tanpa mengorbankan cita rasa, membuat masakan habis tanpa sisa.
Sebagai bagian dari kampanye ini, Sasa meluncurkan berbagai inisiatif edukasi publik, mulai dari microsite MSGyangbenar.sasa.co.id, konten informatif di media sosial, kolaborasi bersama ahli gizi, hingga demo masak dengan chef dan sesi interaktif bersama komunitas. Seluruh rangkaian kegiatan ini dirancang untuk meluruskan informasi seputar MSG #YangBenar sekaligus memberikan panduan penggunaannya sesuai rekomendasi para ahli.
“Lezat itu penting, tapi yang lebih penting lagi adalah perasaan tenang saat menyajikan masakan untuk keluarga. Lewat kampanye MSG #YangBenar, kami ingin masyarakat tahu bahwa MSG (Monosodium Glutamat) aman digunakan karena terbuat dari bahan alami, dan justru bisa membantu pola makan yang lebih sehat jika digunakan dengan bijak,” ujar Albert Dinata, Head of Marketing PT Sasa Inti.
Sasa MSG dibuat dari tetesan tebu melalui proses fermentasi alami, mirip dengan pembuatan tempe, kecap, atau yogurt. Dari proses ini dihasilkan kristal murni 99% yang aman dan higienis. Fermentasi menghasilkan glutamat, yaitu unsur alami dalam makanan yang memiliki banyak fungsi penting: membantu pembentukan sel imun, mendukung fungsi otak, merangsang produksi air liur, serta mengatur nafsu makan dan rasa kenyang.
Dengan kata lain, MSG tidak hanya menghadirkan rasa gurih, tetapi juga berperan lebih luas bagi tubuh. Glutamat dalam MSG sama persis dengan glutamat alami yang terkandung dalam tomat, jamur, keju, bahkan ASI, zat yang sudah dikenali tubuh manusia sejak lahir. Karena itu, MSG aman digunakan selama sesuai takaran.
Selain bersifat alami, MSG juga unggul dibanding garam dapur. Kandungan natriumnya hanya sepertiga dari garam, sehingga menjadi solusi cerdas untuk mengurangi asupan garam tanpa mengorbankan kelezatan masakan.
Penelitian menunjukkan, mengganti sebagian garam dengan MSG dapat menurunkan konsumsi garam hingga 30–40%. Langkah sederhana ini berpotensi membantu menjaga kesehatan jantung, ginjal, dan tekanan darah sejak dini (Kumar & Bhatia, 2022).
“Faktanya, glutamat dalam MSG sama dengan yang ada di sayuran, buah, dan daging. Jadi tidak ada alasan khawatir, asalkan secukupnya. Bagi yang ingin lebih sehat lagi, penggunaan MSG juga bisa mengurangi porsi garam untuk memberikan rasa lezat pada makanan kita,” jelas Dr. Rita

Di Indonesia, BPOM RI telah menetapkan MSG sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan, sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM No. 11 Tahun 2019, selama digunakan dalam batas yang dianjurkan. Lebih jauh lagi, keamanan MSG juga didukung dengan SK Menteri Kesehatan RI No: 235/Menkes/PER/DL/79, SK Menteri Agama RI No: B VI/02/2444/1976, serta Sertifikat Halal MUI No: 07870398 Tahun 2010. Sementara itu, secara internasional, MSG juga telah diakui keamanannya oleh badan PBB, yaitu melalui WHO/FAO Expert Committee on Food Additives (JECFA), serta pemberian status GRAS (Generally Recognized As Safe) pada tahun 1958 oleh US FDA.
Pada kampanye #YangBenar, Sasa turut menghadirkan narasumber kredibel seperti Dr. Sonia Wibisono, Chef Martin Praja, Mom-fluencer Caca Tengker, nutrisionis Dr. Rita Ramayulis, dan Food Technologist Harry Nazaruddin. Mereka berbagi pandangan objektif sekaligus pengalaman nyata bahwa MSG bukan hanya aman, tetapi juga layak menjadi bagian dari pola makan sehari-hari keluarga Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News