WomanIndonesian.co.id – Di balik tata cahaya panggung JF3 Fashion Festival yang megah, hadir seorang seniman mode asal Prancis yang membawa napas baru dalam dunia fashion digital dan eksperimental. Dialah Victor Clavelly – desainer yang dikenal dengan pendekatan artistik nyaris futuristik lewat eksplorasi 3D printing, CGI, hingga siluet yang menabrak batas struktur tubuh manusia.
Kehadirannya di Jakarta kali ini menjadi momen spesial. Clavelly tak hanya memperkenalkan koleksi personal bertajuk “Les Fragments”, tapi juga berkolaborasi dalam sebuah proyek besar bersama LAKON Indonesia dan seniman CGI asal Prancis, Héloïse Bouchot, dalam tajuk koleksi “URUB”.
“Koleksi ini bagian dari dunia imajinasi yang saya bangun. Setiap kolaborasi mewakili potongan cerita saya,” ungkap Victor dalam press Conference JF3 2025 di Summarecon Mall Serpong (SMS) Tangerang, Rabu (30/7).
Kolaborasi Lintas Budaya: URUB & Les Fragments

Koleksi URUB dari LAKON Indonesia menjadi penghormatan terhadap kekuatan alam, kearifan lokal, dan dedikasi para pengrajin Nusantara. Siluet-siluetnya menyatu dengan filosofi mendalam, berpadu dengan sentuhan futuristik dari Clavelly dan visual artist Héloïse Bouchot. Kolaborasi ini mempertegas komitmen LAKON dalam merayakan warisan budaya Indonesia dalam balutan yang kontemporer dan mendunia.
Sementara itu, Victor membawa dunia imajinatifnya sendiri lewat Les Fragments, koleksi eksperimental dengan teknik 3D printing modular, bentuk skulptural, dan busana yang nyaris menyerupai armor atau perisai digital.
“Saya mengembangkan teknik 3D printed chain legs yang kemudian berubah tekstur menjadi seperti bulu,” jelas Clavelly sembari memperlihatkan elemen dari koleksi tersebut.
Koleksi ini tidak hanya memukau dari sisi desain, namun juga menyampaikan narasi -seperti fragmen cerita dalam video game, di mana sang tokoh utama mencari pintu di dunia post-apokaliptik yang penuh teka-teki.
Meski sarat unsur futuristik dan fantasi, Victor menegaskan bahwa karya-karyanya adalah cerminan realitas.
“Fiksi adalah cara konkret untuk menjelaskan realitas. Dunia ini memang sedang berada dalam situasi yang tidak menentu, dan koleksi saya mencerminkan perlindungan, kekuatan, dan ketahanan simbol dari dunia pasca-apokaliptik,” ujarnya.
Di atas panggung JF3, eksplorasi itu diwujudkan lewat desain yang kompleks namun penuh makna. Victor menyebut pendekatannya sebagai perpaduan antara pergerakan dan struktur menciptakan bentuk tubuh baru yang memberdayakan dan membebaskan, sekaligus melindungi.
Kecintaan pada Proses dan Teknologi
Dengan lebih dari 20 tahun di industri fesyen, Clavelly kini sepenuhnya mengintegrasikan teknologi ke dalam proses desainnya. Ia menggunakan software seperti Clo3D dan CGI untuk menciptakan visual awal, lalu menurunkannya menjadi pola-pola nyata yang bisa diproduksi secara manual dan digital.

“Saya mulai dari gambar tangan, lalu membangun bentuk 3D-nya. Dari sana bisa jadi siluet, bisa jadi pola, bahkan jadi prototipe visual. Semua dimulai dari ide,” paparnya.
Meski teknologi berkembang pesat, Victor tetap menegaskan bahwa ide dan narasi manusia adalah inti dari fesyen. “AI bisa membantu, tapi ideasi tetap milik manusia. Imajinasi itu tidak bisa digantikan.”
Selama berada di Indonesia, Clavelly sempat mengunjungi Yogyakarta dan bertemu dengan berbagai desainer lokal. Ia sangat terkesan dengan keragaman tekstil dan kekayaan budaya Indonesia, namun ia juga menyampaikan kehati-hatiannya untuk tidak mengambil narasi yang bukan miliknya.
“Saya rasa kisah dan fiksi Indonesia harus diceritakan oleh kreator Indonesia sendiri. Saya terbuka untuk kolaborasi, tapi tetap menghormati konteks budaya,” katanya.
Baginya, kolaborasi yang sejati adalah tentang pertemuan dua visi, bukan sekadar meminjam simbol budaya.
Menutup sesi wawancaranya, Clavelly membagikan pesan untuk para desainer muda Indonesia. “Jangan takut salah. Coba saja. Mulai dari gambar, lalu belajar software seperti Clo3D. Banyak tutorial yang bisa dipelajari gratis. Eksperimen itu kunci.”
Di tengah industri mode yang sering kali sibuk mengejar tren, Victor Clavelly dan kolaborasinya dengan LAKON Indonesia dalam JF3 Fashion Festival 2025 memberi ruang untuk sesuatu yang lebih bermakna: pertemuan antara masa depan dan akar budaya, antara teknologi dan sentuhan manusia.
Karya mereka bukan sekadar busana, tapi narasi, perlawanan, dan harapan dalam bentuk kain dan siluet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News