Womanindonesia.co.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca di beberapa wilayah di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan mengalami peralihan musim hujan ke musim kemarau pada Maret hingga Mei 2023.
Ardhasena Sopaheluwakan, Direktur Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, juga mengatakan beberapa daerah tersebut perlu diwaspadai kondisi cuaca ekstrem.
“Kita perlu mewaspadai kejadian cuaca ekstrem yang sering terjadi seperti hujan lebat, puting beliung, dan angin kencang,” kata Ardhasena dalam keterangan tertulis, Jumat (27/1).
“Walaupun singkat, namun sering memicu bencana hidrometeorologi,” tambahnya.
Selain itu, BMKG juga memprediksi curah hujan normal bulanan terjadi pada Februari dan Maret 2023 di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Namun, untuk enam bulan ke depan, BMKG mencatat jenis curah hujan bulanan didominasi kategori “normal”.
Sebagian Sumatera Tengah, sebagian Kalimantan Tengah, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian kecil Papua cenderung mengalami curah hujan di bawah normal pada Februari-Maret 2023.
Sebagian besar Sumatera dan Jawa pada Mei-Juni 2023.

Prakiraan cuaca BMKG:
BMKG memprediksi curah hujan akan terus menurun pada tahun 2023. Di sisi lain, musim kemarau diperkirakan akan berlangsung lebih lama. Karena itu, beberapa daerah harus mewaspadai kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (beruang).
Direktur BMKG Dwikorita Karnawati mengaku khawatir Karhutla 2023 akan seburuk 2019. Pasalnya, curah hujan bisa menurun setelah tiga tahun terakhir 2020, 2021, 2022.
Menurut BNPB, 857.000 hektare lahan terbakar akibat kebakaran beruang tahun 2019. Serangan beruang tahun ini merupakan yang terparah dibandingkan tiga tahun sebelumnya.
Selain itu, BMKG juga mengungkapkan kemungkinan peningkatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia tahun ini.
Direktur BMKG Dwikorita Karnawati mengaku khawatir Karhutla 2023 akan seburuk 2019. Pasalnya, curah hujan bisa menurun setelah tiga tahun terakhir 2020, 2021, 2022.
Menurut BNPB, 857.000 hektare lahan terbakar akibat kebakaran beruang tahun 2019. Serangan beruang tahun ini merupakan yang terparah dibandingkan tiga tahun sebelumnya.
“Oleh karena itu, dikhawatirkan potensi kebakaran hutan dan lahan bisa meningkat seperti yang terjadi pada 2019 lalu,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulis, Jumat (27/1).
Dwikorita menjelaskan potensi ancaman kebakaran hutan dan lahan pada 2023 akan meningkat dengan musim kemarau mulai April hingga Mei. Terutama daerah yang memiliki kawasan hutan dan rawa.
“Pemerintah daerah harus siap, masyarakat juga harus dididik dan disosialisasikan, sehingga juga bisa melakukan persiapan dan antisipasi tanpa bakar sembarangan,” ujarnya.
Ia menegaskan BMKG akan terus berkoordinasi dan menyiapkan berbagai langkah proaktif dan persiapan bersama BNPB, BPBD, TNI/Polri, otoritas restorasi gambut dan mangrove, pemerintah kabupaten dan pemerintah daerah.
“Sebagai peringatan dini terhadap anak beruang, termasuk menyiapkan skenario penggunaan teknologi modifikasi cuaca (TMC),” ujarnya.
Sebelumnya, BMKG juga mengungkapkan bahwa Riau dan Sumatera merupakan provinsi yang diwaspadai pada Februari lalu terhadap kemungkinan kebakaran hutan dan lahan.
Dwikorita mengatakan hal ini perlu diwaspadai karena curah hujan akan berkurang pada tahun 2023 akibat melemahnya fenomena La Nina. Riau diperkirakan memasuki musim kemarau lebih cepat dibandingkan daerah lain.
Artinya, kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada Februari harus diperhatikan di wilayah Riau, sebagian Sumut, dan sebagian Jambi, ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News