WomanIndonesia.co.id – Demensia adalah suatu sindrom gangguan penurunan fungsi otak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif, emosi, daya ingat, perilaku dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Masyarakat kerap kali menyebut kondisi tersebut sebagai pikun. Pikun sering dianggap sebagai hal normal yang dialami oleh lansia, sehingga seringkali penyakit tersebut tidak terdeteksi.
Dokter spesialis saraf konsultan juga Pokdi Neurobehaviour Cabang Malang Rianawati menerangkan, pikun adalah ketika seseorang butuh waktu lebih lama untuk mengingat atau lupa dengan apa yang mereka lakukan sebelumnya.
“Adalah menurunnya kemampuan untuk berpikir pada otak seseorang. Dunia medis, disebut Demensia – penurunan fungsi otak
seperti menurunnya daya ingat dan kecepatan berpikir serta berperilaku,” kata Rianawati pada Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia Minggu (20/9).
Lantas apakah perbedaan pelupa dengan pikun? Rianawati menjelaskan bahwa pelupa dan pikun berbeda.
Pelupa:
• Pelupa karena gangguan pemusatan
perhatian sementara.
• Lupa nama orang yang jarang ketemu
• Mengeluh sering lupa, tapi dapat memberikan contoh hal yang dilupakan
• Sesekali kesulitan menemukan kata yang
tepat saat berbicara
• Ingat hal penting, pembicaraan tidak
terganggu
• Kehidupan sosial seperti biasa
• Kadang kesulitan menentukan arah, tapi tidak
sampai tersesat
Pikun:
• Pikun karena fungsi kognitif menurun disertai gangguan aktivitas keseharian
• Lupa nama orang yang sering ketemu
• Mengeluh lupa hanya bila ditanya, dan tidak
bisa memberikan contoh apa yang dilupakan
• Sering kesulitan menemukan kata yang tepat saat berbicara
• Sering lupa hal penting, kemampuan bicara
sangat terganggu
• Kehilangan minat untuk aktifitas sosial
• Tersesat, bahkan dilingkungan sekitar rumahnya Pikun
Lebih lanjut Rianawati menerangkan berdasarkan data dari Alzheimer’s Disease International dan oragnisasi kesehatan dunia (WHO), terdapat lebih dari 50 juta orang di dunia mengalami demensia dengan hampir 10 juta kasus baru setiap tahunnya. Dari banyaknya kasus tersebut, Alzheimer menyumbang 60-70% kasus.
“Olehnya itu, deteksi dini dapat membantu penderita demensia dan keluarganya untuk dapat menghadapi dampak penurunan fungsi kognitif dan pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik. Selain itu penanganan demensia sejak dini juga penting untuk mengurangi percepatan kepikunan,” jelasnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dokter Siti Khalimah mengatakan, saat ini kita mulai memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lanjut usia (lansia).
Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun 2019, dan diperkirakan akan terus meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%).
“Jumlah lansia yang terus meningkat tersebut dapat menjadi aset bangsa bila tetap sehat dan produktif. Namun lansia yang tidak sehat dan tidak mandiri akan berdampak besar terhadap kondisi sosial dan ekonomi bangsa. Demensia Alzheimer merupakan salah satu ancaman bagi lansia di Indonesia saat ini,” jelas dr. Siti pada Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia Minggu (20/9).
Mengenai Demensia Alzheimer
Demensia adalah suatu sindrom gangguan penurunan fisik otak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif, emosi, daya ingat, perilaku dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Diperkirakan ada sekitar 1 juta orang penderita Demensia Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013.
Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat kali lipat pada tahun 2050. Penyakit Demensia Alzheimer memiliki faktor risiko:
- Yang bisa dimodifikasi seperti penyakit vaskular: hipertensi, metabolik, diabetes, dislipidemia, pasca cidera kepala, pendidikan rendah, depresi;
- Yang tidak bisa dimodifikasi yaitu usia lanjut dan genetik yaitu memiliki keluarga yang mengalami Demensia Alzheimer.
Selain mengetahui faktor resikonya, penting untuk menyadari bahwa Demensia Alzheimer bersifat kronis progresif, artinya semakin bertambah kerusakan otak seiring bertambahnya umur. Sehingga deteksi dini sangat penting dilakukan bagi penderita Demensia Alzheimer.
Melalui deteksi dini, penderita Demensia Alzheimer dapat lebih cepat ditangani sehingga kerusakan otak karena penyakit tersebut dapat diperlambat.
Demensia Alzheimer merupakan penyebab utama ketidakmampuan dan ketergantungan lansia terhadap orang lain. Penyakit ini memberikan dampak fisik, psikososial, sosial, dan beban ekonomi tidak hanya bagi penderita tapi juga bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang Demensia Alzheimer mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan dalam melakukan diagnosis serta perawatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News