Maksud terdiversifikasi di sini yaitu:
a. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Melaksanakan usaha kesehatan sekolah (UKS).
c. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (narkoba), minuman keras, merokok dan HIV AIDS.
d. Meningkatkan kesehatan reproduksi remaja.
e. Melaksanakan hidup aktif.
f. Melakukan diversifikasi pangan.
g. Melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah.
Sebagaimana dilaporkan di laman resmi Kementerian Kesehatan, data BPOM tahun 2006-2010 menunjukkan 48% jajanan anak sekolah mengandung bahan kimia yang berbahaya. Hasil pengujian 10.429 sampel pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dari seluruh Indonesia yang dilakukan BPOM pada tahun 2014, masih ada 23,82% sampel yang tidak memenuhi syarat.
Penyebab PJAS tidak memenuhi syarat pada tahun 2014 adalah 74,9% disebabkan pencemaran mikroba, 15,7% menggunakan Bahan Tambahan Pangan (BTP) berlebihan, dan 9% menggunakan bahan berbahaya. Berdasarkan hal tersebut, gerakan membawa bekal nasional dilaksanakan setiap tahunnya pada tanggal 12 April.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan pasal 3 ayat 2 bahwa materi pembinaan diantaranya kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi yaitu salah satunya melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah.
Makanan bekal yang bergizi dapat disusun dengan mengacu kepada pedoman gizi seimbang yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang.
Pada tahun 2017, kebiasaan membawa bekal di kalangan pelajar Jakarta. Hasilnya cukup menarik, dan beberapa temuan tak jauh berbeda dengan hasil temuan The Grocer. Penelitian ini punya 103 responden.
Rentang usianya adalah 7 hingga 18 tahun, untuk mengetahui apakah bekal masih populer di kalangan generasi milenial. Mayoritas responden (42 persen) adalah remaja usia 16 hingga 18 tahun. Sedangkan 34 persennya adalah responden berusia 7-11 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News