Kelangkaan minyak goreng membuat masyarakat mengeluh terlebih lagi pedagang kaki lima (PKL), namun tidak bisa berbuat banyak karena sudah ditetapkan oleh Pemerintah.
Womanindonesia.co.id – Melihat dengan melambung tingginya harga minyak goreng alias migor dan menimbulakan kelangkaan, sehinggang mempertaruhkan kredibiltas Pemerintah dalam mengatasi kelangkaan bahan pokok ini di pasar dalam negeri.
Sebagai produsen kepala sawit terbesar dunia, Indonesia kesulitan mengatasi masalah domestik terkait harga dan pasokan migor yang bahan bakunya melimpah.
Melansir dari ekon.go.id, Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan bahwa prioritas utama pemerintah adalah pemenuhan kebutuhan rakyat. Harga migor harus terjangkau masyarakat. Karena itu Pemerintah harus memprioritaskan melakukan penyediaan migor dengan harga terjangkau oleh masyarakat, sekaligus menciptakan stabillisasi harga minyak sawit di dalam negeri.
Arahan Presiden tersebut ditujukan untuk merespon dengan cepat tren kenaikan harga pangan, khususnya migor yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Tercatat pada minggu ke-5 Desember 2021, harga migor kemasan mencapai rata-rata Rp18.492,00 per liter atau mengalami peningkatan sebesar 8,31% (MtM).
Peraturan Terkait Minyak Goreng
Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) migor. Ketentuan itu diberlakukan untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat dengan harga terjangkau. Juga, sebagai tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo agar segera melakukan stabilisasi harga.
“Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan menyediakan migor untuk masyarakat dengan harga Rp14.000,00 per liter di tingkat konsumen yang berlaku di seluruh Indonesia,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada press briefing kebijakan Pemerintah terkait harga minyak goreng, di Jakarta, Rabu (5/01).
Migor kemasan sederhana dengan harga khusus tersebut akan disediakan sebanyak 1,2 miliar liter selama jangka waktu 6 bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, kebutuhan biaya untuk menutup selisih harga, PPN dan biaya Surveyor sebesar Rp3,6 Triliun yang bersumber dari anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS).
Selisih harga yang dimaksud adalah selisih harga produksi dan distribusi dengan harga eceran/retail. Kebijakan pembiayaan minyak goreng kemasan sederhana untuk keperluan rumah tangga diharapkan dapat terealisasi dalam waktu dekat.
Kebijakan ini sebagai bentuk upaya nyata Pemerintah dalam mendukung penyediaan pangan yang terjangkau untuk masyarakat. Pemerintah juga telah menugaskan kepada Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, dan Direktur Utama BPDP KS untuk mempercepat implementasi dari kebijakan ini.
Menteri Perdagangan akan bertugas untuk memastikan ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau, menyiapkan regulasi serta mekanismenya, dan menyiapkan regulasi Harga Eceran Tertinggi (HET).
Dengan penegasan pada pasal 1 dan pasal 3 sebagai berikut:
Pasal 1 ayat 5 berbunyi “Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit yang selanjutnya disebut HET adalah harga jual tertinggi Minyak Goreng Sawit kepada konsumen akhir di pasar rakyat dan/atau tempat penjualan eceran lainnya.”
Pasal 3
(1) Menteri menetapkan HET Minyak Goreng Sawit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) HET sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar:
a. Rp 11.500,00 (sebelas ribu lima ratus rupiah) perliter, untuk Minyak Goreng Curah;
b. Rp 13.500,00 (tiga belas ribu lima ratus rupiah) perliter, untuk Minyak Goreng Kemasan Sederhana; dan
c. Rpl4.000,00 (empat belas ribu rupiah) perliter, untuk Minyak Goreng Kemasan Premium.
(3) Besaran HET sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pajak pertambahan nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News