Hari Gizi Nasional diperingati setiap tahunnya pada tanggal 28 Februari oleh masyarakat Indonesia.
Womanindonesia.co.id – Hari Gizi Nasional (HGN) merupakan sebuah momentum untuk membangkitkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya penerapan gizi seimbang guna kualitas kesehatan yang lebih baik.
Sejarah Hari Gizi Nasional
Hari Gizi Nasional dipelopori dari Bapak Gizi Indonesia saat ini yakni Prof Poorwo Soedarmo. Pada 1950, Menteri Kesehatan Dokter J Leimena mengangkat Prof. Poorwo Soedarmo sebagai kepala Lembaga Makanan Rakyat (LMR), yang waktu itu lebih dikenal sebagai Institut Voor Volksvoeding (IVV).
IVV merupakan bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan yang dikenal sebagai Lembaga Eijckman. Pada 25 Januari 1951, LMR melakukan pengkaderan tenaga gizi Indonesia dengan mendirikan Sekolah Juru Penerang Makanan.
Tugas utama LMR adalah melanjutkan penelitian tentang pola makan dan penyakit yang berhubungan dengan makanan dan pendidikan gizi kepada masyarakat yang waktu itu masih sangat sederhana, banyak yang buta aksara dan miskin.
Maka dari itu, prioritas utama yang dilakukan oleh Poorwo Soedarmo adalah mendidik kader gizi yang dapat langsung berhubungan dengan masyarakat desa dan rumah sakit. Sejak saat itu pendidikan tenaga gizi terus berkembang pesat di banyak perguruan tinggi di Indonesia.
Kemudian disepakati bahwa tanggal 25 Januari diperingati sebagai HGN. HGN pertama kali diadakan oleh LMR pada pertengahan tahun 1960-an, kemudian dilanjutkan oleh Direktorat Gizi Masyarakat sejak tahun 1970-an sampai saat ini.
Tema Hari Gizi Nasional 2022
Tahun 2022 ini, Kementerian Kesehatan mengambil tema HGN dengan berfokus pada masalah stunting dan obesitas. Tema Hari Gizi Nasional ke-62 Tahun 2022 adalah “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas”.
Mengingat Indonesia saat ini masih perlu mengatasi berbagai masalah gizi yaitu masih tingginya prevalensi stunting, wasting dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro.
Stunting masih menjadi permasalahan yang belum selesai di Indonesia. Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Dr. Dhian Probhoyekti mengatakan permasalahan gizi tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di dunia. Bahkan permasalahan ini menjadi fokus secara global.
Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam rpjmn 2020-2024, yakni 14 persen. Sementara itu, berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8 persen dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8 persen.
Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8 persen, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik. Ini adalah upaya yang sangat besar dan cukup sulit.
“Dampak masalah gizi stunting dan obesitas berdampak jangka pendek dan jangka panjang karena kedua masalah gizi ini menjadi indikator pembangunan kesehatan bangsa yang berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus,” katanya dalam konferensi Hari Gizi Nasional ke-62, Selasa (18/1/2021), dikutip dari laman resmi Kemenkes RI.
Pada saat anak stunting maka terjadi gagal tumbuh ditunjukkan dengan tinggi badan pendek dan perkembangan intelektual terhambat. Dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak pada gangguan metabolik yang meningkatkan risiko individu obesitas, diabetes, stroke, dan jantung.
Cara Mencegah Stunting dan Obesitas Perbaikan gizi perlu dilakukan untuk mencegah stunting dan obesitas. Perbaikan lebih diarahkan pada gizi seimbang sebagai solusi menurunkan stunting dan mencegah angka obesitas naik. Gizi seimbang bermakna luas berlaku pada semua kelompok umur.
Penerapan gizi seimbang dilakukan dengan mengkonsumsi aneka ragam makanan, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, mempertahankan berat badan normal, dan melakukan aktivitas fisik di semua kelompok umur. Kemenkes melakukan intervensi spesifik untuk melaksanakan Penerapan gizi seimbang.
“Saat ini memang kita berfokus pada remaja dan 1.000 hari pertama kehidupan dengan tujuan memperkuat intervensi,” ucap dr. Dhian.
Ada enam intervensi yang dilakukan Kemenkes, yaitu:
- Promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA)
- Promosi dan konseling menyusui
- Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak
- Pemberian suplemen tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil dan remaja serta pemberian vitamin A
- Penanganan masalah gizi dan pemberian makanan tambahan, keenam tatalaksana gizi buruk.
“Intervensi spesifik diikuti dengan strategi peningkatan kapasitas SDM, peningkatan kualitas program, penguatan edukasi gizi dan penguatan manajemen intervensi gizi di Puskesmas dan Posyandu,” kata dr. Dhian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News