Hari Gunung Internasional atau International Mountain Day diperingati setiap tanggal 11 Desember untuk menciptakan kesadaran tentang keberadaan gunung bagi kehidupan.
Womanindonesia.co.id – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 11 Desember setiap tahun sebagai “Hari Gunung Internasional”. Hari peringatan yang ditetapkan untuk menciptakan kesadaran tentang keberadaan gunung bagi kehidupan ini pertama kali dirayakan pada 2003.
Sejarah Hari Gunung Internasional
Sejarah International Mountain Day dikutip dari PBB, Peringatan Hari Gunung Internasional atau International Mountain Day berawal dari konferensi PBB mengenai “Pengelolaan Ekosistem Rapuh: Pembangunan Gunung Berkelanjutan” yang digelar pada 1992. Konferensi itu merupakan bagian dari Agenda 21 Konferensi Lingkungan dan Pembangunan.
Diketahui agenda tersebut merupakan program PBB untuk menangani permasalahan lingkungan dan pembangunan di seluruh dunia. Permasalahan lingkungan sudah menjadi fokus yang diperhatikan oleh PBB. Sehingga PBB menaruh perhatian pada kelestarian gunung dan pegunungan yang berada di bawah ancaman perubahan iklim dan eksploitasi alam yang berlebihan.
Iklim global yang meningkat menyebabkan perubahan yang besar bagi kehidupan di sekitar gunung. Gunung telah menjadi rumah bagi 15 persen populasi dunia yang menampung sekitar setengah biodiversitas dunia. Seluruh kehidupan di dunia membutuhkan sumber air, energi, dan pangan dari gunung. Ketika iklim global terus meningkat, masyarakat pegunungan menghadapi perjuangan besar untuk bertahan hidup.
Gletser gunung yang mencair dalam tingkat rawan memengaruhi pasokan air bagi jutaan manusia. Banyak kehidupan yang bergantung pada gunung mengalami ancaman besar. Tema Hari Gunung Internasional 2021 PBB menetapkan “wisata gunung berkelanjutan” sebagai tema peringatan Hari Gunung Internasional yang jatuh pada 11 Desember 2021.
Dalam penjelasan yang dirilis oleh PBB, wisata gunung menarik sekitar 15 hingga 20 persen dari pariwisata global. Namun, munculnya Covid-19 memengaruhi pariwisata yang menjadi sumber ekonomi dan mata pencaharian warga. Adanya pembatasan ini memperparah kerentanan masyarakat pegunungan untuk mendapatkan akses ekonomi.
Krisis Covid-19 ini dapat dilihat sebagai peluang untuk memikirkan kembali pariwisata serta dampaknya terhadap sumber daya alam dan mata pencaharian masyarakat. Wisata gunung berkelanjutan menekankan pengelolaan pariwisata dengan lebih inklusif dan ramah lingkungan. Dengan demikian, di masa depan, manfaat baik pariwisata dapat dinikmati tanpa merusak lingkungan.
Selain itu, kontribusi dari wisataa berkelanjutan dapat menciptakan mata pencaharian tambahan. Kontribusi itu sebagai cara pengentasan kemiskinan, inklusi sosial, dan konservasi keanekaragaman hayati. Mengutip FAO, masyarakat asli pegunungan memiliki pengetahuan, tradisi, dan kebudayaan lokal yang unik. Wisata gunung ini dapat mempromosikan keunikan yang dimiliki masyarakat pegunungan, seperti kerajinan lokal serta praktik tradisional, misalnya festival lokal.
Konservasi pegunungan menjadi faktor kunci yang menjadi salah satu dari 15 tujuan pembangunan berkelanjutan. Sehingga tema ini selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh PBB. PBB membolehkan Hari Gunung Internasional 2021 diperingati dengan tema yang relevan bagi negara, komunitas, dan organisasi. Dalam beberapa bulan ke depan, FAO memberikan materi mengenai wisata gunung berkelanjutan dalam enam bahasa yang dapat diakses dalam web mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News