Obat sirop untuk sementara tidak diizinkan dijual kepada masyarakat untuk sementara waktu, hal ini berkaitan dengan maraknya kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Womanindonesia.co.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan interuksi agar seluruh apotek yang beroperasi di Indonesia tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirop kepada masyarakat untuk sementara waktu.
Ketetapan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak yang diteken oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami pada Selasa (18/10) lalu.
“Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian tertulis pada poin 8 dari SE tersebut.
Murti kemudian meminta agar seluruh tenaga Kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair atau sirup sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ia juga meminta agar fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan penatalaksanaan awal penyakit misterius ini merupakan rumah sakit yang memiliki paling sedikit fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
Adapun fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas dimaksud harus melakukan rujukan ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis ginjal anak dan fasilitas hemodialisis anak.
Penatalaksanaan pasien oleh rumah sakit mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Atipikal Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Rekomendasi IDAI Untuk Hindari Sementara Penggunaan Paracetamol Sirup
Adapun dalam kasus kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan kasus mencapai 192 orang per Selasa (18/10). Lonjakan kasus bulanan tertinggi tercatat terjadi pada September 2022 dengan 81 kasus yang dilaporkan.
Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso menambahkan temuan ratusan kasus itu didapatkan dari 20 provinsi di Indonesia. Temuan kasus terbanyak terjadi di DKI Jakarta dengan 50 kasus, kemudian Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kass, dan Bali 17 kasus.
Kemenkes Tidak Menarik 29 Obat Sirop di Pasaran
Kemenkes secara tegas membantah menarik obat 29 daftar obat sirop dari pasaran. Informasi itu ditegaskan oleh Kepala Biro Komunikasi Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi. Menurut dr. Nadia Kemenkes sama sekali tidak melakukan penarikan obat yang beredar di masyarakat.
“Bukan dari Kemenkes ya,” kata Nadia, Kamis (20/10).
Nadia menegaskan, pihaknya sampai saat ini masih melakukan penyelidikan terhadap obat sirup yang diduga tercemar etilen glikol (EG) dalam kaitannya dengan kasus gagal ginjal misterius pada anak. Karena itu, sampai saat ini tidak ada penarikan obat yang dilakukan oleh Kemenkes.
Sebelumnya, Kemenkes menyatakan bukan hanya obat cair dengan kandungan paracetamol yang diimbau untuk dihentikan penggunaannya, melainkan seluruh obat berbentuk cair atau sirup.
Sebab saat ini, Kemenkes sedang menelusuri kasus gangguan ginjal akut misterius yang diduga bukan hanya dari bahan obat paracetamol, melainkan komponen pembentuk sirup.
“Sesuai dengan arahan yang dilakukan Jenderal Pelayanan Kesehatan, semua obat sirup atau obat cair. Saya ulangi, semua obat sirup atau obat cair. Bukan hanya paracetamol,” ucap juru bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril dalam konferensi pers, Rabu (19/10).
Syahril juga menganjurkan para orang tua untuk mewaspadai gejala-gejala gagal ginjal akut yang muncul pada anak-anak. Di antaranya berupa penurunan jumlah atau volume urine dan frekuensi buang air kecil.
“Untuk sementara ini Kemenkes sudah mengambil langkah untuk menyelamatkan kasus lebih banyak, atau kematian berikutnya. Diberhentikan sementara penggunaannya sampai selesai penelitian dan penelusurannya,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News