WomanIndonesia.co.id – Suntik filler merupakan salah satu jenis perawatan estetika yang sedang digandrungi masyarakat Indonesia, terutama perempuan.
Dokter aesthetic & anti-aging sekaligus pendiri Jakarta Aesthetic Clinic (JAC) dr. Olivia Ong mengatakan, hasil penyuntikan filler yang instan memang memberikan impak yang luar biasa bagi kehidupan seseorang.
Hal itu dapat menimbulkan efek ketagihan yang akan membawa mereka ingin memenuhi standar kecantikan tertentu, Iepas dari keunikannya masing-masing.
Bahkan ada yang kebablasan dalam mencari kesempurnaan sampai wajahnya mulai terlihat kepenuhan atau aneh, yang dikenal dengan sebutan Facial Overfilled Syndrome (FOS).
Dr. Olivia Ong menjadi salah satu pembicara dari Indonesia diajang IMCAS (International Master Course On Aging Science) Asia 2019 di Bali (5-7 Juli) membawakan presentasi studi kasusnya berjudul “Understanding and Managing Facial Overfilled Syndrome, Focusing on Cheeks”.
Filler memang mampu meremajakan tampilan wajah dengan seketika seperti menghilangkan cekungan bawah mata dan memudarkan garis senyum.
Filler juga dapat memperindah bagian-bagian wajah Iainnya, seperti pipi, bibir, hidung, dagu sampai rahang yang memang kurang definisinya pada wajah-wajah Asia.
Sehingga tak ayal tren filler di Amerika, yang kini menempati posisi kedua perawatan terfavorit sesudah botulinum toksin atau biasa disebut botox, mulai menyebar dengan cepat ke Asia termasuk Indonesia.
Bentuk Wajah Asia
Bentuk khas tulang tengkorak Asia yang lebih pendek, Iebar dan rata dibanding orang Kaukasia membuat dosis penyuntikan filler di wajah Asia berbeda dengan Kaukasia.
“Bukan hanya dosis yang nyata berbeda bagi permasalahan yang berbeda, penempatan filler yang terkonsentrasi di tengah wajah pada orang Asia, seperti bawah mata, pipi dan garis senyum, akan saling mempengaruhi satu sama lain. Dan saat pasien mengeluarkan ekspresi senyum atau tertawa terlihatlah tampilan pipi chipmunk, istilah bagi pasien FOS dengan pipi yang mencuat maju, kesamping dan keatas, sampai mendesak tampilan mata menjadi Iebih kecil, disebut sunset eyes,” jelas dr. Olivia Ong pada temu media di JAC, Jakarta, Jumat (12/7).
4 Dimensi Wajah
Banyak pasien yang tidak menyadari perubahan ini pada wajah mereka, karena FOS biasanya berlangsung perlahan-Iahan sampai tahunan.
Fenomena FOS terjadi karena pasien umumnya memiliki pandangan dua dimensi mengenai wajahnya sendiri seperti yang dilihatnya dalam cermin atau foto, padahal kenyataannya wajah adalah struktur empat dimensi dengan banyak lapisan.
Dengan pandangan dua dimensi ini pasien berkeliling klinik estetika memenuhi keinginan mereka sendiri, mencari dokter yang mampu menghilangkan garis dan cekungan yang ada dengan filler, terus saja merasa kurang, tak disadari wajahnya mulai melebar dan pipinya telah meninggi dengan tidak wajar.
“Pasien yang Iebih senior umumnya berpikir wajah FOS mereka yang tampak penuh dan turun adalah bagian dari tanda-tanda penuaan wajah yang normal,” lanjut dr. Olivia Ong menjelaskan.
Nah, disinilah peran dokter estetika yang sebenarnya, memberi informasi yang tepat dan akurat sesuai kebutuhan pasien, karena sejatinya masyarakat mendambakan edukasi yang benar tentang perawatan estetika yang melibatkan filler.
“Setiap pasien hadir dengan keunikannya masing-masing, kelemahan serta kekuatannya, di JAC tim dokter kami selalu membantu rekomendasikan perawatan kombinasi dengan penyuntikan filler yang tepat dan secukupnya,” jelas dr. Olivia Ong.
Filler, kata ia tidak bisa menjadi satu-satunya senjata dalam mengatasi penuaan. Lapisan Iain di dalam wajah yang berkontribusi terhadap tampilan aging di kulit Iuar harus dirawat dengan teknologi Iain yang tepat, misalnya Ultherapy atau botoks.
Kontur atau kurva-kurva khusus di wajah tidak boleh dilenyapkan oleh pengisian filler agar wajah tetap terlihat wajar, natural dan tidak menjadi mirip satu sama lain.
“Pas itu berarti juga ada kata cukup, walaupun kadang kurang enak didengar oleh telinga pasien. Diharapkan, hal ini dapat menuntun mereka untuk menemukan jati dirinya yang seutuhnya dan mendongkrak kepercayaan dirinya, tanpa perlu merubahnya menjadi orang lain,” kata dr. Olivia Ong menegaskan.
Mengatasi FOS
Sebenarnya FOS bukan hanya terjadi di pipi ataupun bawah mata, pada wajah Asia FOS kerap terjadi dihidung (avatar nose), dagu (witch chin/ pharaoh’s chin), dahi (flowerhorn forehead) sampai bibir (duck lips/ sausage lips).
Dr. Olivia menjelaskan bahwa pasien FOS dapat diselamatkan atau kondisinya dapat dikembalikan lagi perlahan-lahan ke arah normal asal filler yang disuntikan sebelumnya berbahan dasar asam hialuronat. FOS dengan derajat tertentu butuh dipulihkan dengan jalan operasi.
“Beruntung bagi mereka bilamana tidak perlu sampai menjalani operasi, selesai perawatan pembetulan wajah, pasien bisa Iangsung kembali beraktifitas lagi,” kata dr. Olivia Ong.
Novriaty H. Sibuea
Novriaty H. Sibuea (56), Direktur Utama sebuah perusahaan sawit, seorang pasien yang sedang dalam perawatan terhadap gejala FOS pada wajahnya di JAC mengungkapkan bahwa kepercayaan dirinya telah kembali sejak wajahnya berangsur menjadi Iebih natural. Kecemasannya terhadap penampilannya kala FOS telah hilang.
“Saya tidak perlu khawatir Iagi terhadap sudut-sudut pengambilan foto ataupun saat hendak tertawa lepas. Perasaan saya sudah terbebaskan, sekarang saya dapat melakukan apapun dengan maksimal,” ungkapnya.
Novriaty ingin kisahnya menjadi pengingat bagi perempuan Indonesia di luar sana yang rentan terjerumus.
Pada intinya FOS bisa dicegah oleh masyarakat dengan cara memahami hadirnya fenomena kebanyakan suntik filler ini yang mengiringi tren suntik filler, khususnya di Indonesia.
JAC mengeluarkan sebuah ilustrasi penuntun sederhana berjudul “Are you FOS? Sacial Overfilled Syndrome” ke tengah-tengah masyarakat sebagai bentuk kepedulian JAC terhadap fenomena yang sedang naik daun ini agar siapapun menjadi mampu mengenali tanda-tanda FOS dalam berbagai ekspresi, diam sampai tertawa.
Jadi, ketika ingin merawat kecantikan diri agar aura cantik semakin terpancar dan terlihat awet muda secara natural, jangan pernah takut untuk berkonsultasi dengan dokter yang tepat. Lihat juga pengalamannya, Iatar belakang pendidikannya juga kliniknya apakah sudah terpercaya, termasuk wajah-wajah pasien Iamanya, agar terhindar menjadi korban FOS selanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News