Peringatan Hari Bahasa Isyarat Internasional mengacu pada hari pembentukan World Federation of The Deaf, yakni perserikatan 135 asosiasi tunarungu atau tuli pada 23 September 1951.
Womanindonesia.co.id – Hari Bahasa Isyarat Internasional diperingati pada tanggal 23 September setiap tahun di seluruh dunia. Peringatan hari internasional ini merupakan pelestarian bahasa isyarat bagi kalangan tunarungu atau tuli guna mewujudkan hak asasi mereka.
Latar Belakang Hari Bahasa Isyarat Internasional 23 September
Dilansir dari laman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), peringatan Hari Bahasa Isyarat Internasional mengacu pada hari pembentukan World Federation of The Deaf, yakni perserikatan 135 asosiasi tunarungu atau tuli pada 23 September 1951.
Berdasarkan data dari World Federation of The Deaf, saat ini terdapat sekitar 70 juta penduduk mengalami tunarungu di seluruh dunia. Lebih dari 80 persennya tinggal di negara berkembang dan menggunakan bahasa isyarat beragam.
Bahasa isyarat merupakan bahasa non-lisan yang mengandalkan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir. Bahasa isyarat ini berbeda secara struktural dari bahasa lisan.
Sebagaimana halnya bahasa lisan, bahasa isyarat terbentuk secara alami sesuai dengan kebudayaan masyarakat masing-masing.
2 Jenis Bahasa Isyarat yang Digunakan di Indonesia
Saat ini diketahui ada kurang lebih 300 bahasa isyarat berbeda di seluruh dunia. Di Indonesia, terdapat dua jenis bahasa isyarat yang paling umum digunakan untuk berkomunikasi, yakni Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).
Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI)
Peneliti Bahasa Isyarat dari Universitas Indonesia, Adi Kusuma Baroto dalam laman Tempo, Senin, 8 Juli 2018, mengatakan SIBI dibuat untuk merepresentasikan tata bahasa lisan Indonesia ke dalam isyarat buatan. SIBI memiliki struktur yang sama dengan tata bahasa lisan Indonesia, seperti adanya awalan dan akhiran.
Penerapan SIBI diteken secara resmi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) melalui SK No. 0161/U/2994 pada 30 Juni 1994 tentang Pembakuan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. SIBI digunakan sebagai bahasa pengantar komunikasi di kurikulum Sekolah Luar Biasa (SLB) hingga saat ini.
Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo)
Berbeda dari SIBI yang merupakan sistem buatan dan bukan merupakan bahasa, BISINDO merupakan bahasa ibu yang tumbuh secara alami pada kalangan komunitas Tuli di Indonesia. Menurut Adi, BISINDO adalah satu dari 100 bahasa isyarat yang berkembang secara alami pada masyarakat Tuli dunia.
Perbedaan lainnya adalah SIBI menggunakan isyarat khusus untuk morfem imbuhan mengikuti bahasa Indonesia, sehingga kata-katanya jauh lebih panjang daripada kata-kata dalam bahasa isyarat alami seperti BISINDO.
Istilah BISINDO digunakan pertama kali dalam resolusi kongres ke-7 Gerkatin yang diselenggarakan di Makassar pada tahun 2006. Walaupun begitu, istilah BISINDO tidak memiliki pengertian yang pasti. Linguis Nicholas Palfreyman (yang juga seorang Tuli) mencatat tiga pandangan mengenai BISINDO, yaitu:
1. bahwa BISINDO adalah bahasa isyarat yang digunakan oleh kaum Tuli di Indonesia, dan setiap isyarat dari berbagai ragam harus dipilih untuk disatukan menjadi ragam baku yang definitif;
2. bahwa BISINDO adalah ragam bahasa isyarat yang digunakan di Jakarta, dan ragam inilah yang mesti dipopulerkan ke seluruh Indonesia; dan
3. bahwa BISINDO merupakan bahasa isyarat yang digunakan oleh kaum Tuli di Indonesia dengan berbagai ragam, dan bahwa ragam-ragam daerah ini unik dan mesti dipromosikan tanpa harus dibakukan. Pandangan ketiga, menurut Palfreyman, merupakan pandangan yang relatif banyak didukung akhir-akhir ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News