Womanindonesia.co.id – Hari ini 2 Desember 2021 merupakan peringataan Hari Konvensi Ikan Paus. Hari Konvensi Ikan Paus ini ditandatangai pada International Convention for the Regulation of Whaling (ICRW) atau Konvensi Internasional untuk Peraturan Perburuan Paus di Washington D.C sejak tahun 1946.
Meskipun telah ada aturan perburuan ikan paus (Hari Konvensi Ikan Paus), namun masih banyak penduduk di beberapa negara di dunia masih melakukan perburuan terhadap paus, meskipun mamalia terbesar di laut ini masuk dalam daftar hewan yang hampir punah.
Dilansir dari laman nationalgeographic sekitar beberapa tahun lalu Jepang mencabut moratorium perburuan paus yang sudah berjalan selama 30 tahun untuk tujuan komersil. Mereka mencabut moratorium perburuan paus dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Namun, alasan ini sudah tidak lagi relevan karena Jepang, salah satu negara maju di dunia yang juga menjadi anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), bisa mencukupi kebutuhan protein dengan komoditas lainnya.
Perburuan Paus oleh Jepang beda dengan perburuan di negara-negara lain yang penduduknya berburu paus dengan cara tradisional dan memang untuk kebutuhan sendiri, dikenal dengan sebutan aboriginal subsistence whaling.
Masyarakat di Greenland di Denmark, Siberia di Rusia, Bequia di negara kepulauan Saint Vincent dan the Grenadines, Alaska di AS, serta Kanada dan Kepulauan Faroe yang terletak di Samudra Atlantik Utara memiliki tradisi berburu paus, dan pemerintah setempat mengizinkan mereka meneruskan tradisi tersebut.
Indonesia juga memiliki tradisi berburu paus yang terkenal di Desa Lamalera, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, yang sudah dilakukan selama ratusan tahun untuk kebutuhan pangan. Namun, tidak seperti negara-negara yang masyarakatnya juga berburu paus, Indonesia tidak memiliki regulasi yang mengatur perburuan tradisional.
Sejarah Hari Konvensi Ikan Paus
Tanggal 2 Desember menjadi salah satu hari penting dimana di tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Konvensi Ikan Paus. Peringatan tersebut ditandai pada International Convention for The Regulation of Whaling (ICRW) untuk Peraturan Perburuan Paus di Washington D.C sejak tahun 1946.
Hari Konvensi Ikan Paus ini membentuk Komisi Perburuan Paus Internasional, dimana komisi tersebut merupakan sebuah kelompok global yang mengawasi konservasi paus serta kerabatnya di lautan.
Awal mulainya konvensi ini dibentuk untuk menangani hal yang berhubungan dengan penangkapan paus serta harga produk paus. Namun seiring dengan berjalannya waktu ICRW merupakan sebuah komisi yang berupaya untuk melindungi semua spesies paus.
Sebagai salah satu komisi perlindungan, ICRW terus berupaya untuk menangani berbagai bahaya yang bisa menimpa populasi paus.
Salah satunya perlindungan Paus di Lamalera yang perburuan paus nya telah menjadi tradisi perburuan paus oleh masyarakat. Perburuan paus sperma (sperm whale) di Lembata, Nusa Tenggara Timur, sudah dikenal masyarakat dunia dan menjadi tontonan.
Pemburuan dilakukan oleh masyarakat pesisir di Desa Lamalera, Kecamatan Wulandoni, saat musim migrasi paus, dan telah menjadi ritus tahunan. Orang lokal memercayainya sebagai sebuah ritual. Berikut fakta-fakta perburuan paus di Lembata.
Turun temurun hanya berburu paus sperma, bagi warga Lamalera, berburu paus adalah tradisi turun-temurun. Masyarakat hanya akan menangkap paus sperma dengan jumlah 1-2 paus setiap kali pemburuan.
Selain membatasi jumlah pemburuan paus, masyarakat juga menangkap jenis tertentu, yakni paus sperma. Masyarakat juga tak menangkap paus yang sedang hamil. Pemburuan paus biasanya dimulai pada Mei dan diakhiri pada Oktober.
Waktu berburu hanya pada saat bulan “tenggelam”, bukan saat purnama. Pemburuan paus akan dimulai dengan upacara khusus yang melibatkan batu paus. Batu paus ini terdapat di pesisir Lembata.
Pada ritual tersebut, masyarakat akan meminta restu pada leluhur. Masyarakat yang mayoritas beragama Katolik juga akan menggelar misa atau ibadah untuk mengawali pemburuan. Upacara adat itu dilakukan pada 29 April sampai 1 Mei.
Berburu Ikan Paus dengan Peralatan Tradisional
Cara Perburuan ikan paus ini hanya mengandalkan peralatan tradisional seperti Peledang (perahu kayu tanpa mesin ), dan Tempuling (tombak yang ujungnya berkait yang terbuat dari baja) yang digunakan untuk menikam ikan Paus.
Dalam 1 peledang, setidaknya ada 9-15 laki-laki yang ikut bersama lemafa (orang yang bertugas membawa tempuling). Tempuling itu panjangnya mencapai 4 meter dengan berat sampai 10 kg. Sesaat setelah peledang melaut, sang lemafa sudah bersiap dengan posisi berdiri di ujung kapal sambil memegang sebuah tempuling. Penduduk setempat juga menghindari penggunaan jala.
Masyarakat Lembata memburu paus karena alasan ekonomi. Pada dasarnya di Lembata, masyarakat tak punya kekayaan lain selain laut. Mereka tidak bisa bertahan hidup dengan bertani sebab keadaan tanah yang kurang subur. Mereka menyebut laut sebagai pemberian. Adapun paus, yang termasuk di dalamnya, juga dianggap sebagai rezeki. Meski disebut pemberian, mereka tak semerta-merta mengeksploitasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News