Hari Migran Internasional tahun ini diperingati Sabtu, 18 Desember 2021.
Womanindonesia.co.id – Hari Migran Internasional jatuh pada tanggal 18 Desember yang diperingati setiap tahunnya di beberapa negara di dunia. Penetapan tanggal ini mengacu pada deklarasi ‘Konvensi Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya (melalui Resolusi No. 45/158) pada tanggal 18 Desember 1990 di New York Amerika Serikat.
Berbicara tentang Hari migran Internasional tentunya tidak terlepas dari sejarah penetapannya. Simak sejarah Hari Migran Internasional berikut ini.
Sejarah Hari Migran Internasional
Melansir dari kemenaker.go.id mengenai sejarah Hari Migran Internasional, Majelis Umum PBB telah menetapkan Hari Migran Internasional pada tanggal 18 Desember sejak 4 Desember 2000. Ketika itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menghitung banyak sekali penduduk yang bermigrasi ke negara lain semakin meningkat. Umumnya untuk mereka yang bermigrasi mencari pekerjaan yang layak.
PBB menetapkan Hari Buruh Migran Internasional dalam rangka membentuk kesempatan untuk mendidik masyarakat tentang isu-isu buruh migran yang menjadi perhatian, untuk memobilisasi kemauan politik dan sumber daya untuk mengatasi masalah global, dan untuk merayakan dan memperkuat pencapaian kemanusiaan.
Hal ini mengingat banyaknya buruh migran di dunia. Dikutip dari laman resmi PBB, jumlah migran secara global pada tahun 2019 diperkirakan mencapai 272 juta, 51 juta lebih banyak dari tahun 2010.
Sedangkan pada tahun 2020 terdapat sekitar 281 juta orang migran internasional. Angka ini mewakili 3,6 persen dari populasi global. Penetapan 18 Desember sebagai Hari Buruh Migran Internasional dilatarbelakangi oleh deklarasi “Konvensi Buruh Migran” yang dilaksanakan pada 18 Desember 1990 di New York, Amerika Serikat.
Lebih lengkapnya, konvensi ini bernama “Konvensi Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya” yang membahas perlindungan khusus bagi para buruh migran secara global. Hasil konvensi ini mulai diberlakukan di dunia internasional pada 1 Juli 2003. Sebagai anggota PBB, Indonesia juga ikut menandatangani Konvensi Buruh Migran, yakni pada 22 September 2004.
Bahkan Indonesia mengesahkan dan menetapkan hasil Konvensi Buruh Migran dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
Pentingnya Jaminan Ketenagakerjaan Bagi Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PMI)
Perempuan pekerja migran Indonesia (PMI) yang akan bekerja ke luar negeri semestinya terdaftar dan memiliki kepesertaan jaminan sosial. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran Indonesia. Demikian diungkapkan Andi Maraida SP, MM, Ketua Umum Yayasan Melati Pertiwi (YMP) dalam diskusi hybrid (online dan offline) di Jakarta Selatan, Rabu (15/14).
Lebih lanjut Andi memaparkan, dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 18 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Kebutuhan Hidup Layak,disebutkan, jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan tiga program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua.
Masih minimnya keikutsertaan calon pekerja migran Indonesia maupun pekerja migran Indonesia dalam program BPJS Ketenagakerjaan menjadi kendala dalam memberikan perlindungan yang maksimal terhadap mereka.
“Sementara, di sisi lain para pekerja migran Indonesia wajib dilindungi karena sangat rentan mendapatkan perlakuan kekerasan khususnya perempuan,” kata Ketua Umum KOHATI PB Periode 2004-2006 ini.
Melihat fakta ini, Yayasan Melati Pertiwi (YMP) berkolaborasi dengan BPJS Ketenagakerjaan Pusat, melakukan sosialisasi bertajuk “Urgensi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Terhadap Perempuan Pekerja Migran Indonesia” di Jakarta Selatan, Rabu (15/12). Kegiatan dihadiri Ketua Pengawas YMP Hj. Cut Emma Mutia S.H, M.H beserta para pengurus YMP.
Diskusi yang dipandu dipandu Andi Tenri Ajeng ini menghadirkan beberapa narasumber yakni Hj. Aliyah Mustika Ilham, S.E Anggota Komisi IX DPR RI, H. Yayat Syariful Hidayat Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Hj. Dra. Lena Maryana Mukti Dubes LBBP untuk Kuwait, Sukmo Harsono S.E, M.M Dubes Indonesia untuk Panama.
-
Perempuan Pekerja Migran adalah ‘Pejuang Devisa’ Negara
Pada kesempatan yang sama Cut Ema (sapaan akrab Cut Emma Mutia) mengatakan, keberadaan perempuan pekerja migran dalam hal ini asisten rumah tangga atau ART saat ini sangat penting dalam mendukung kegiatan rumah tangga sehari-hari. Selain itu, pekerjaan ini juga dapat menyerap tenaga kerja yang sangat banyak terutama dari kalangan wanita dan peran serta mereka sebagai ‘pejuang devisa’ negara.
“Perempuan pekerja migran seringkali bekerja dalam situasi yang kurang layak, seperti jam kerja rata-rata lebih panjang, tidak ada hari libur, rentan mengalami diskriminasi dan pelecehan. Dan, tidak ada jaminan sosial serta asuransi bagi mereka,” ungkap Cut Ema.
Lebih lanjut Istri dari Eka Sastra Komisaris PT Pupuk Kaltim ini juga menekankan, urgensi memiliki kontrak kerja antara pemberi kerja dengan asisten rumah tangga (ART) untuk melindungi dan menjamin hak-haknya.
Pada kesempatan yang sama, Yayat Syariful Hidayat menekankan Jaminan sosial itu penting bagi pekerja, dan ART itu merupakan salah satu profesi yang perlu untuk diberikan perlindungan jaminan sosial. Idealnya perlindungan jaminan sosial itu sudah dimulai sejak lahir hingga sepanjang hayatnya.
Ia mengatakan, hingga saat ini baru mencapai 150 ribu ART yang terproteksi Jamsostek. Itupun didominasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebanyak 147,5 ribu pekerja. Sisanya yang terdaftar sebagai PRT pada kategori pekerja Bukan Penerima Upah (BPU).
“Tugas kami melindungi semua pekerja, melalui program perlindungan pekerja rentan. Kami dapat melindungi pekerja-pekerja dengan profesi ART, petani, nelayan, buruh pabrik, dan lain sebagainya. Dulu kami identik dengan perlindungan karyawan perusahaan, sekarang bergeser ke sektor yang lebih membutuhkan perhatian serius seperti pekerja rentan,” tukasnya.
Cut Ema menambahkan, YMP akan terus membangun gerakan solidaritas kemanusiaan untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan publik serta pengakuan terkait pekerjaan kerumahtanggaan.
YMP sebagai bagian dari stakeholeder khususnya bagi perempuan pekerja migran terpanggil untuk ikut serta dalam membantu BPJS Ketenagakerjaan menyosialisasikan Program Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan tersebut.
“Tujuan Kegiatan Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam bekerja khususnya bagi perempuan Pekerja Migran Indonesia,” pungkas Andi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News