Lebih dari 40 juta orang di seluruh dunia menjadi korban sebagai budak modern pada tahun 2016, di mana sekitar 25 juta di antaranya menjadi kerja paksa dan 15 juta dipaksa menikah.
Womanindonesia.co.id – Hari Penghapusan Perbudakan Internasional atau International Day for the Abolition of Slavery diperingati setiap tanggal 2 setiap tahunnya. Fokus Hari Penghapusan Perbudakan Internasional adalah pada pemberantasan bentuk-bentuk perbudakan kontemporer, seperti perdagangan manusia, eksploitasi seksual, bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, kawin paksa, dan perekrutan paksa anak untuk digunakan dalam konflik bersenjata.
Sejarah Hari Penghapusan Perbudakan Internasional
Sejarah peringatan Hari Penghapusan Perbudakan Internasional, 2 Desember, menandai tanggal pengadopsian, Konvensi Penindasan Terhadap Orang-orang yang Diperdagangkan dan Eksploitasi Terhadap Orang Lain dalam resolusi Majelis Umum PBB No 317 (IV) pada 2 Desember 1949.
Konvensi tersebut merupakan salah satu tonggak dalam perjalanan untuk melindungi para korban, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak, dari perdagangan manusia.
Hari Penghapusan Perbudakan Internasional pada pemberantasan bentuk-bentuk perbudakan modern, seperti perdagangan manusia, eksploitasi seksual, pekerja anak, pernikahan paksa, dan perekrutan paksa anak-anak untuk digunakan dalam konflik bersenjata.
Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), lebih dari 40 juta orang di seluruh dunia menjadi korban sebagai budak modern pada tahun 2016, di mana sekitar 25 juta di antaranya menjadi kerja paksa dan 15 juta dipaksa menikah.
Selain itu, lebih dari 150 juta anak terlibat dalam pekerja anak, yang setara dengan satu dari sepuluh anak di seluruh dunia.
Perbudakan Modern
Dikutip dari laman Komnasham, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI, Sandrayati Moniaga menjelaskan perbudakan adalah kejahatan serius terhadap kemanusiaan. Perbudakan, telah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu dan mestinya saat ini sudah tidak ada lagi.
Namun, seperti kita ketahui bersama bahwa praktek perbudakan yang tradisional masih ada. “Sementara itu, kita juga menghadapi suatu fenomena yang luar biasa, yaitu perbudakan modern sebagai kejahatan lintas batas dan sangat memprihatinkan,” ungkapnya.
Sandra juga menambahkan, terkait dengan isu perbudakan modern tersebut, Komnas HAM telah melakukan berbagai upaya dan kegiatan. “Saat ini, isu perbudakan modern, menjadi isu baru yang cukup rumit dan butuh pendalaman,” tambahnya.
Di tengah – tengah kemajuan zaman sekarang ini, ada banyak tantangan yang harus dihadapi bersama, salah satunya yaitu, modern slavery (perbudakan modern). Secara legal formal, isu modern slavery ini tidak ada standarnya, namun sering digunakan dalam bahasa advokasi di tingkat nasional maupun internasional.
Ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya perbudakan modern, diantaranya, faktor keterpaksaan, sulitnya akses/posisi untuk dijangkau, dan masih adanya negara-negara yang tidak terlalu concern terhadap isu perbudakan modern.
Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik menyebutkan bahwa faktor pertama yang menyebabkan adanya perbudakan modern adalah soal keterpaksaan. “Keterpaksaan ini misalnya kemiskinan dan lain-lain. Hal ini ada kaitannya dengan situasi orang yang bekerja secara paksa, sehingga para pekerja atau buruh dalam posisi yang memang powerless,” ungkap Taufan.
Faktor lain adalah sulitnya posisi tempat bekerja untuk diakses, bukan saja oleh keluarga ataupun masyarakat, tetapi juga oleh pemerintah yang paling utama. Lebih spresifiknya lagi oleh institusi-institusi yang bertanggung jawab untuk melindungi pekerja/buruh. Sehingga, akses mereka untuk mendapatkan perlindungan dan pertolongan itu masih sulit.
Selain kedua faktor tersebut, menurut Taufan, masih adanya negara di dunia ini yang tidak terlalu memperhatikan terhadap hak-hak buruh atau HAM juga menjadi faktor lain penyebab terjadinya perbudakan modern.
Hal tersebut yang membuat standar perlindungan terhadap pekerja di negara-negara atau perusahaan-perusahaan yang asalnya dari negara-negara tersebut, memang akan selalu ada timbul masalah.
“Oleh karena itu, secara umum seluruh perangkat atau instrumen – instrumen perlindungan yang kita miliki, maupun dalam hubungannya dengan negara lain yang bilateral maupun multilateral, itu tidak sepenuhnya dapat digunakan karena adanya masalah-masalah tersebut,” jelas Taufan.
1. Kerja Paksa
Di samping bentuk-bentuk kerja paksa tradisional, sekarang terdapat bentuk-bentuk kerja paksa yang lebih kontemporer, seperti pekerja migran, yang telah diperdagangkan untuk eksploitasi dalam berbagai sektor ekonomi seperti:
- Bekerja sebagai budak dalam rumah tangga,
- Industri konstruksi,
- Industri makanan dan garmen,
- Sektor pertanian dan,
- Prostitusi paksa.
2. Pekerja Anak
Secara global, satu dari sepuluh anak di dunia menjadi pekerja anak. Mayoritas pekerja anak yang terjadi saat ini adalah untuk eksploitasi ekonomi.
Padahal hal itu bertentangan dengan Konvensi Hak Anak, yang mengakui “hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan pekerjaan apapun yang kemungkinan besar berbahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau berbahaya bagi kesehatan anak atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral atau sosial.”
3. Perdagangan Manusia
Perdagangan manusia ini memiliki arti perekrutan, pengangkutan, pemindahan, menyembunyikan orang, melalui ancaman atau menggunakan kekerasan atau bentuk-bentuk paksaan lainnya dan memiliki tujuan eksploitasi.
Itulah penjelasan tentang sejarah Hari Penghapusan Perbudakan Internasional serta bentuk perbudakan modern. Semoga bermanfaat!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News