Womanindonesia.co.id – Senja, kopi, dan puisi, adalah mainanya anak-anak indie. Kata indie berasal dari singkatan independent yang berarti mandiri atau bebas. Anak indie diidentikkan dengan kelompok anak muda yang memiliki cara tersendiri dalam menjalani hidup. Soal kenapa anak indie selalu diidentikkan dengan senja, kopi, dan puisi, itu perlu dikaji lagi karena sebenarnya tak harus jadi anak indie untuk memiliki kesenangan itu. Saya juga penyuka senja, kopi, dan puisi.
Mari kita fokus pada salah satunya saja yaitu senja. Senja adalah sebuah fenomena alam yang indah dipandang mata. Senja dapat dikatakan sebagai waktu atau hari setengah gelap sesudah matahari terbenam. Munculnya senja disaat matahari sudah benar-benar terbenam, sehingga pantulan cahaya dari sinarnya tersebut semburat ke segala arah, menciptakan gradasi warna yang menakjubkan.
Dari senja kita bisa belajar tentang kepatuhan, tentang kenangan, tentang kebermanfaatan, dan tentang keabadian. Senja adalah bukti kesempurnaan Sang Pencipta.
Senja adalah jelmaan matahari yang sangat perkasa namun tetap patuh menuruti titah-Nya. Bayangkan, kehidupan di bumi yang kita tinggali ini sangat bergantung pada kebaikan matahari. Tumbuhan, hewan, dan kita manusia membutuhkan sinar matahari. Apa jadinya kita tanpa kehadirannya? Tetapi dengan kemewahannya itu dia tidak pernah membangkang, tetap patuh kepada-Nya.
Matahari senja adalah bukti kepatuhanya kepada Sang Pengatur. Senja tak pernah membangkang, tetap hadir di setiap sore menyuguhkan kecantikannya.
Walau kamu sehebat matahari, jadilah seperti senja yang selalu patuh pada perintah-perintah-Nya. Kepatuhan adalah karakter utama seorang hamba. Jika tak patuh, kita akan kehilangan kehormatan sebagai manusia. Jika kita tak patuh kepada-Nya berarti kita patuh kepada selain-Nya, kepada yang lemah.
Senja adalah kenangan indah yang tak terlupakan. Mengenangnya membuat hati menjadi senang dan terinspirasi, bahkan menjadi puitis. “Senja tak pernah salah hanya kenangan yang membuatnya basah.” Begitu kata pujangga indie, Wira Nagara.
Jadilah seperti senja yang minggalkan kenangan indah. Walau dia menghilang berganti rembulan, kenangan-kenangan tentangnya tak pernah tenggelam. Kita semua akan mati tetapi kenangan-kenangan tentang kita akan tetap hidup. Tergantung seberapa pentingnya kita untuk dikenang.
Berjuta puisi tercipta karena senja, berjuta lukisan tergambar karena senja, berjuta manusia pulang karena senja. Senja, diamnya pun memberi manfaat untuk setiap jiwa. Betapa baiknya senja, di sisa pengabdiannya hari itu masih juga memancarkan manfaat.
Jadilah seperti senja yang menebar manfaat hingga akhir hayat. Usia kita pun akan menjadi senja. Sebelum kita senja, sebelum redup lalu menghilang, mari kita dedikasikan waktu yang kita punya untuk menjalani hidup yang baik yang bermanfaat, karena sebaik-baik mansia adalah yang paling bermanfaat.
“Di tengah angin senja yang mendesak, aku merasakan kekuasaan waktu, yang tanpa pandang bulu mengubah segala-galanya.” Betul kata Seno Gumira Ajidarma bahwa waktu sangat berkuasa. Bahkan, matahari yang digdaya pun menjadi senja dan berakhir. Tidak hanya hari itu, kelak untuk selamanya. Senja menasihati kita soal keabadian. Bahwa semua ada waktunya, semua ada akhirnya.
Ingatlah ini, “Semua pasti berlalu”. Ya, tak ada yang abadi dalam hidup kita. Kebersamaan, kesengsaraan, kesenangan dunia, semuanya pasti berlalu. Ketidakabadiaan senja cukup menjadi pengingat kita untuk senantiasa berhati-hati dalam menjalani hidup. Jangan kelewat batas karena hidup ada batasnya.
Jadilah seperti senja yang patuh kepada waktu, dikenang baik oleh pujangga dan kita, bermanfaat untuk siapapun, dan sadar akan ketidakabadiannya. Mari kita melukis senja di kanfas hati kita. Hidup adalah maha karya yang sedang kita ciptakan.
MOHAMAD RISAT | Motivator Jiwa Bahagia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News