Womanindonesia.co.id – Setelah sukses dengan dramatari “Shima Kembalinya Sang Legenda” pada tahun 2014 di Gedung Kesenian Jakarta dan dramatari “Ratu Shima”, pada 2017 di Gedung Kesenian Jakarta, Chiva Production kembali akan menggelar dramatari “Shima, Sang Ratu Adil”, yang telah direncanakan pada 1, 2, dan 3 September 2020 di Candi Gedongsongo, Bandungan Semarang, Jawa Tengah.
Sebelum menggelar dramatari terlebih dahulu diadakan rangkaian kegiatan berupa pameran, diskusi/talkshow, pertunjukan kecil, fashion show, dan lomba foto dengan tema Shima Kalingga.
Ratu Shima yang diperankan oleh Mona Ratuliu ini adalah sosok seorang ibu yang mencintai keluarga, pemimpin yang bijaksana, jujur, adil tegas dan berani. Sosok Ratu Kerajaan Kalingga yang menginspirasi semua orang akan pentingnya menjadi pemimpin yang mencintai negerinya, berjuang bagi bangsanya dan berbuat yang terbaik bagi rakyatnya.
Pada masa pemerintahannya, kearifan lokal sangat diperhatikan yang dapat di teladani dalam kehidupan berbangsa sekarang ini.
Shima adalah Rajaputri dari Kerajaan Kalingga, beberapa sumber diantaranya Catatan Berita Cina, Naskah Wangsakerta, Sejarah Orang Jawa (Wong Kanung) dan dari beberapa narasumber dan pustaka yang saya temui, memberikan ide/gagasan untuk meng-interpretasi cerita tokoh/figur perempuan (Shima) yang menurut saya sangat Fenomenal dan Meng-inspirasi.
“Dalam perjalanan tersebut, saya mengunjungi beberapa lokasi dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar, diantaranya Kawasan Candi Dieng dan sekitarnya, Kawasan Candi Gedongsongo dan sekitarnya, Kawasan Keling dan sekitarnya, Kawasan Candi Borobudur dan sekitarnya, Kawasan Candi Prambanan dan Sekitarnya, Kawasan Ratu Boko dan sekitarnya, dan beberapa candi lainnya dan lokasi lainnya di wilayah Jawa Barat dan Bali,” kata Putut Budi Santosa, Pendiri Chiva Production di Jakarta baru-baru ini.
“Perjalanan saya dimulai pada tahun 2012, walaupun sebenarnya saya mengenal/membaca cerita tentang Shima sudah sejak masa Sekolah Dasar,” ujar lulusan Seni Tari IKJ ini menambahkan.
Dengan bantuan dan kerjasama dari banyak pihak, Chiva Production meng-interpretasi cerita Shima ini kedalam bentuk Pameran dan Pagelaran Dramatari “Shima, Kembalinya Sang Legenda” (2014), dimana Batik Kalingga diinterpretasi oleh Seniman Lucky Wijayanti, Perhiasan Kalingga di-interpretasi oleh Manjusha Nusantara, dan Musik di-interpretasi oleh Jokoporong.
Ternyata perjalanan tentang Shima belum boleh berakhir. Putut kembali melakukan perjalanan ke beberapa lokasi (2014), dalam perjalanan kali ini ia diberi bonus untuk istirahat selama 6 – 9 bulan. Tetapi di dalan dirinya terus dipenuhi tentang Shima Kalingga.
“Seperti berada didalam kepompong, saya terus bergerak untuk mendobrak/merobek kepompong dari dalam. Dengan kondisi yang belum maksimal, kami menggelar Pameran Shima Kalingga selama 15 hari dalam Rangka Festival Museum, di Museum Tekstil Jakarta (2016), dan kemudian menggelar Pagelaran Dramatari “Ratu Shima” (2017). Tadinya saya berpikir sudah cukup/selesai, ternyata belum,” terangnya.
Lebih lanjut Putut kembali melakukan perjalanan ke Candi Gedongsongo, Kasultanan Kasepuhan Cirebon, dan akan berlanjut ke Bali. “Saya diberi tugas menyambungkan kembali hubungan Kalingga + Sunda/Galuh + Bali seperti pada masa Rajaputri Shima,” bebernya.
Program Shima Kalingga tahun 2019 – 2020 merupakan puncak program (memasuki sekuel ketiga/terakhir dari Trilogi Shima Kalingga). Dimana pada acara puncak September 2020, seluruh hasil riset baik berupa materiil maupun imateriil akan di ajarkan dan diserahkan kepada komunitas seni budaya di sekitar Candi Gedongsongo, dalam hal ini sebagai koordinator adalah komunitas Selosongo yang dipimpin oleh Bapak Sarwan, di Bandungan Semarang.
“Hal ini pula sudah kami bicarakan sejak tahun 2014 lalu, dan sudah kami sampaikan kepada pemda setempat,” katanya.
Batik Kalingga, Keramik, Naskah dramatari, koreografi, musik, dan lain sebagainya akan kami ajarkan kepada komunitas tersebut, dan Shima Kalingga dapat menjadi milik masyarakat. Dramatari akan dijadikan kalender acara rutin di Panggung Candi Gedongsongo, Batik Kalingga dan lainnya di produksi oleh masyarakat sekitar dan menjadi salah satu industri kreatif.
Dengan Shima Kalingga menjadi milik masyarakat dan hidup di tengah masyarakat tentunya akan berdampak ekonomi, dari sektor pariwisata, industri kretif, dan lainnnya.
“Setelah itu kami akan mempersiapkan Shima kedalam bentuk flm layar mengacu kepada perfilm-an Hongkong atau Hollywood, dimana dari testimoni beberapa pihak diantaranya perwakilan Dubes RRC (2014) dan lainnya, bahwa Karakter Shima dan nilai-nilai selama kepemimpinannya sangat universal, bisa diterima di negara manapun di seluruh dunia. Juga mempersiapkan Shima Kalingga kedalam bentuk media anime, games, komik, novel, merchandise dll,” jelas Putut.
Program Shima Kalingga terbagi menjadi program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, dimana tujuan akhirnya adalah pada pendidikan karakter melalui media seni budaya.
Karena program ini melibatkan pakar sejarah / arkeolog, seniman, media, dan masyarakat, diharapkan akan menghasilkan sebuah karya yang bersifat edukatif, komunikatif, konstruktif, dan dapat menjadi hiburan bagi masyarakat untuk semua usia.
Disamping itu, dengan rangkaian program ini kami berharap dapat membangkitkan Industri Kreatif yang berlatar belakang seni budaya, dan menggerakkan perekonomian masyarakat.
“Rangkaian kegiatan tersebut kami selenggarakan bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Museum Tekstil Jakarta, Yayasan Batik Indonesia, UP Museum Seni, Cemara6-Galeri Museum, Galeri Hadiprana, Ikatan Ahli Arkeolog Indonesia, Institut Kesenian Jakarta, Komunitas, Media, dan lain sebagainya,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News