Womanindonesia.co.id – Dunia perfilman adalah panggung bagi para kreator yang berani mengeksplorasi ide-ide baru dan menghadirkan perspektif unik. Salah satu sineas muda berbakat dari Indonesia, Tara Zulfikar, telah membuktikan bahwa kreativitas dan kerja keras dapat membuka pintu ke panggung internasional.
Berbekal pendidikan dari Tisch School of the Arts, New York University, Tara Zulfikar kini tengah menapaki jejaknya di industri film global dengan karya-karya yang tak hanya berkelas, tetapi juga memiliki kedalaman artistik.
Bukan sekadar filmmaker, Tara adalah seorang seniman visual yang memahami bahwa film adalah medium untuk bercerita dan membangun pengalaman emosional bagi penontonnya. Salah satu karyanya yang mencuri perhatian adalah video musik Runaway untuk musisi Izzy Ravana dan mTwenty.
Dirilis pada Desember 2022, video ini sukses meraih apresiasi di berbagai festival film bergengsi, termasuk nominasi juri di National Film Festival for Talented Youth (NFFTY) 2023 dan penghargaan Best Music Video di Independent Shorts Awards serta Fusion Film Festival.
Kehadiran Runaway di dunia digital juga mengundang perhatian, dengan ribuan penonton di YouTube dan puluhan ribu pemirsa di Instagram.
“Saya ingin menghadirkan pengalaman visual yang tidak hanya menarik, tetapi juga membangun hubungan emosional dengan penonton. Runaway adalah proyek yang sangat personal bagi saya, karena saya bisa mengeksplorasi banyak elemen sinematik yang memperkuat narasi dalam video musik ini,” ujar Tara Zulfikar dalam keterangan tertulisnya, Minggu (30/3).
Namun, perjalanan ia tidak berhenti pada penyutradaraan. Ia juga memiliki ketertarikan mendalam dalam dunia sinematografi. Sebagai Director of Photography, ia terlibat dalam proyek film pendek eksperimental Skin Bodies yang disutradarai oleh Ilina Bhatia dan dikembangkan oleh Edith Saldanha.
Proyek ini mendapat dukungan dari Goethe-Institut München dan sedang menunggu jadwal pemutaran di berbagai galeri di Jerman, Belgia, dan New York City. Tara menampilkan pendekatan visual yang intim dan eksperimental, memperlihatkan bagaimana sinematografi bisa menjadi alat ekspresi yang kuat dalam menyuarakan isu sosial.
Bekerja dengan Tara adalah pengalaman yang luar biasa. Dia memiliki kepekaan visual yang sangat kuat dan selalu menemukan cara untuk menyampaikan pesan melalui gambar. Skin Bodies menjadi lebih hidup berkat sentuhan sinematografi yang dia hadirkan.
Tak hanya di balik kamera, Tara juga membangun reputasi sebagai produser yang berkontribusi dalam proyek-proyek berkelas. Salah satu film yang diproduserinya, Dinner With My Dead Son (2024), berhasil meraih penghargaan Best Experimental Film di Absurd Film Festival, Italia, serta masuk seleksi resmi HollyShorts Film Festival, ajang yang memenuhi syarat untuk Academy Awards.
Selain itu, keterlibatannya sebagai Unit Production Manager dalam Double Happiness yang diproduksi oleh Rollin Studios juga memperkuat kredibilitasnya di industri film internasional.
“Dalam industri ini, penting untuk bisa beradaptasi dan terus belajar. Saya merasa beruntung bisa bekerja dengan banyak talenta hebat yang selalu menginspirasi saya untuk berkembang,” ungkap Tara Zulfikar.
Bagi Tara, setiap proyek adalah kesempatan untuk terus belajar dan berkembang. Perjalanannya dari Jakarta ke New York membuktikan bahwa batasan geografis tidak menghalangi seseorang untuk berkarya di panggung dunia.
Dengan semangat dan determinasi, Tara tidak hanya membawa namanya sendiri ke industri film global, tetapi juga mengharumkan nama Indonesia di mata dunia. Perjalanan ini masih panjang, tetapi bagi Tara, yang terpenting adalah terus berkarya dan memberikan warna baru dalam dunia perfilman internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News