Womanindonesia.co.id – Saat anak mengeluh kesulitan membaca tulisan di papan tulis, sering dianggap sepele. Padahal, menurut dr. Andri Agus Syah, Founder dan Chief Doctor VIO Optical Clinic gangguan penglihatan seperti miopia (rabun jauh), astigmatisme (silinder), hingga hipermetropia (rabun dekat) sangat umum terjadi pada anak-anak dan berdampak besar terhadap kualitas hidup serta tumbuh kembang mereka.
“Kesadaran orang tua terhadap kesehatan mata anak-anak masih tergolong rendah, bahkan di negara maju sekalipun,” ujar dr. Andri di Jakarta, Selasa (20/5).
Ia menyayangkan bahwa banyak anak belum mendapatkan pemeriksaan mata secara rutin, meski layanan ini tersedia bahkan gratis di beberapa negara.
Faktor Pemicu
Menurut dr. Andri, gangguan penglihatan pada anak disebabkan oleh dua faktor utama: genetik dan lingkungan. Jika kedua orang tua berkacamata, maka kemungkinan anak mengalami hal serupa cukup tinggi. Namun, paparan gadget yang berlebihan juga menjadi biang kerok yang tidak kalah penting.
“Anak-anak di daerah urban yang akses internetnya tinggi, cenderung memiliki tingkat gangguan penglihatan yang lebih besar dibanding mereka yang tinggal di daerah pedesaan,” jelasnya.
Bahkan aktivitas seperti membaca sambil tiduran, duduk membungkuk saat belajar, atau pencahayaan yang buruk, turut berkontribusi terhadap kerusakan penglihatan anak.
Tidak sedikit orang tua yang menunda penggunaan kacamata untuk anak dengan alasan menunggu hingga dewasa. Padahal, keterlambatan penanganan justru bisa menyebabkan dampak serius, mulai dari gangguan belajar, penurunan kepercayaan diri, hingga risiko kebutaan di masa depan.
“Minus tinggi itu bukan hanya soal penglihatan kabur. Tapi juga bisa berujung pada komplikasi serius seperti lepasnya retina, glaukoma, hingga katarak dini,” ujar dr. Andri mengingatkan.
Terapi Ortho-K dan Pemeriksaan Dini

Sebagai solusi modern, VIO Optical Clinic menawarkan terapi orthokeratology (ortho-k), yakni penggunaan lensa kontak khusus yang dipakai saat tidur. Lensa ini membantu membentuk ulang kornea secara lembut dan sementara, sehingga keesokan harinya anak dapat melihat dengan jelas tanpa kacamata.
“Prinsipnya mirip behel gigi, tapi untuk mata. Efektif untuk anak-anak yang aktif dan tidak ingin terganggu dengan kacamata saat berolahraga,” ungkapnya.
Namun, ortho-k bukan terapi instan. Perlu pemeriksaan menyeluruh terlebih dahulu, penyesuaian lensa secara berkala, dan komitmen terhadap kebersihan serta perawatan rutin. Durasi terapi bisa berlangsung hingga dua tahun untuk hasil yang optimal dan stabil.
Sebagai upaya pencegahan, dr. Andri juga menekankan pentingnya edukasi. “Kita sebagai tenaga profesional harus mengedukasi orang tua dan guru, karena mereka yang paling sering berinteraksi dengan anak-anak. Bahkan anak-anak itu sendiri juga perlu tahu kenapa mereka harus pakai kacamata atau menjalani terapi,” katanya.
Tips Menjaga Kesehatan Mata Anak dari dr. Andri:
- Lakukan pemeriksaan mata sejak dini.
Semakin cepat terdeteksi, semakin besar peluang gangguan bisa dicegah atau dikontrol. - Batasi penggunaan gadget.
Gadget memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi dalam memperparah minus dibanding aktivitas membaca. - Perhatikan posisi belajar.
Gunakan meja belajar ergonomis dan pencahayaan yang baik agar mata tidak cepat lelah. - Jaga kebersihan lensa ortho-k.
Cuci tangan, bersihkan lensa dengan benar, dan lakukan kontrol rutin ke dokter. - Konsisten memakai alat bantu.
Minus kecil yang tidak ditangani bisa berkembang lebih cepat dibanding minus besar yang ditangani secara rutin.
Meskipun pemeriksaan mata dini belum menjadi budaya umum, dr. Andri optimis bahwa dengan edukasi, teknologi, dan kesadaran orang tua yang meningkat, gangguan penglihatan anak-anak bisa dikendalikan. “Jangan menunggu anak kesulitan belajar baru periksa matanya. Karena penglihatan yang sehat adalah jendela utama untuk masa depan mereka,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News