Womanindonesia.co.id – Tiga maestro Indonesia diantaranya Affandi Koesoema, Basoeki Abdullah, dan Antonio Blanco diperkenalkan karya-karya lukisannya oleh Celcius terhadap anak muda Indonesia.
Dari ketiga maestro pelukis ini memiliki karya dengan ciri khas dan karakter kuat yang berbeda-beda dari setiap lukisannya, dan diharapkan dapat menginspirasi generasi muda akan karya seniman dalam negeri, dalam bentuk kolaborasi Art in Fashion berjudul El-Maestro.
Peluncuran koleksi terbaru dari kolaborasi Celcius dengan ketiga Maestro Indonesia diselenggarakan pada tanggal 12 November 2022 sampai 13 November 2022 di Pusaka (Ground Floor) Sarinah, Jakarta, dengan pembicara Bismar Marbun selaku Creative Director AMS Group.
“Kolaborasi ini diharapkan dapat membangkitkan semangat generasi muda untuk lebih mengenal karya seni dari seniman dalam negeri, serta menjadi momen nostalgia bagi generasi terdahulu yang sudah lebih familiar dengan tiga Maestro Indonesia yang legendaris,” kata Bismar Marbun, Creative Director AMS Group.
Sejalan dengan peluncuran koleksi terbaru hasil kolaborasi Celcius dengan ketiga Maestro Indonesia, Affandi Koesoema, Basoeki Abdullah, dan Antonio Blanco, Celcius mengadakan pameran seni berjudul El-Maestro untuk “membawa” museum kepada pengunjung. Menampilkan hasil penyalinan ulang dari mahakarya historis masing-masing Maestro, serta hasil karya dari seniman muda Indonesia dari kegiatan “Painting on T-shirt”.
Selain itu, dengan dukungan teknologi AR (Augmented Reality), Celcius menampilkan ketiga Maestro dalam bentuk visual interaktif berupa filter Instagram yang mudah diakses oleh pengunjung. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan ketiga Maestro kepada generasi muda Indonesia dan sebagai momen nostalgia bagi generasi terdahulu.
“Kolaborasi Celcius dengan ketiga maestro Indonesia ini melalui El-Maestro bertujuan untuk memberikan kontribusi pada dunia seni Indonesia serta meningkatkan minat masyarakat terutama generasi muda. Kami berharap, dengan adanya kolaborasi ini maka generasi muda akan lebih mengenal dan menghargai karya-karya seniman di Indonesia,” kata Bismar Marbun melanjutkan.
“Dengan adanya kolaborasi El-Maestro ini, kami berharap dapat merangkul anak-anak muda yang belum tahu mengenai sosok ketiga maestro dan karya mereka yang memang sudah mendunia. Kolaborasi ini adalah hadiah untuk bangsa Indonesia khususnya bagi seniman yang ada di Indonesia,” tutur Mario Blanco, anak dari Antonio Blanco dan pengelola The Blanco Museum di Bali.
Profile Tiga Maestro Indonesia Yang Mendunia
Affandi Koesoema
Affandi Koesoema (18 Mei 1907 – 23 Mei 1990) adalah seorang pelukis yang dikenal sebagai Maestro Seni Lukis Indonesia. Affandi merupakan pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia internasional, berkat gaya ekspresionis dan romantismenya yang khas. Pada tahun 1950-an dia banyak mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Affandi tergolong sebagai pelukis yang produktif karena telah melukis lebih dari 2.000 lukisan.
Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri.
Bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya. Seni lukis memang telah menjadikan namanya tenar dan sejajar dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi Sumanta [su] serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat Serangkai—yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansoer—memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S. Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan dengan Bung Karno.
Poster propaganda Boeng, ajo, Boeng! karya Affandi, 1945
Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain “Merdeka atau mati!”. Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster yang merupakan ide Soekarno itu menggambarkan seseorang yang dirantai tetapi rantainya sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang dituliskan di poster itu (“Bung, ayo bung”) merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar. Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah.
Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang meraih gelar Doktor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974 ini dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering menumpahkan langsung cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya, bermain dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu.
Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga sering kali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya.
Basoeki Abbdullah
Fransiskus Xaverius Basuki Abdullah (ejaan lama: Basoeki Abdullah; 25 Januari 1915 – 5 November 1993) adalah salah seorang maestro pelukis Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai pelukis Istana Merdeka, Jakarta, dan karya-karyanya menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, di samping menjadi barang koleksi di penjuru dunia.
Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah suriosubroto, yang juga seorang pelukis dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basuki Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.
Pendidikan formal Basuki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan MULO Katolik di Solo. Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basuki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA). Setelah dari Den Haag, Belanda, Basoeki Abdullah juga mengikuti studi banding di sejumlah sekolah seni rupa di Paris dan Roma.
Pada masa revolusi Bosoeki Abdullah tidak berada di tanah air yang sampai sekarang belum jelas apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Jelasnya pada tanggal 6 September 1948 bertempat di Belanda Amsterdam sewaktu penobatan Ratu Yuliana di mana diadakan sayembara melukis, Basuki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis Eropa dan berhasil keluar sebagai pemenang.[4Sejak itu pula dunia mulai mengenal Basuki Abdullah, putera Indonesia yang mengharumkan nama Indonesia. Selama di negeri Belanda Basuki Abdullah sering kali berkeliling Eropa dan berkesempatan pula memperdalam seni lukis dengan menjelajahi Italia dan Prancis di mana banyak bermukim para pelukis dengan reputasi dunia.
Basuki Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis wanita-wanita cantik, termasuk yang menampilkan keindahan tubuhnya, dan juga potret tokoh – tokoh terkemuka. Berbagai citra keindahan yang romantis itu diungkapkan dengan teknis realis yang kuat. Selain sebagai pelukis potret yang ulung, dia pun melukis pemandangan alam, fauna, flora, tema-tema perjuangan, pembangunan dan sebagainya.
Basuki Abdullah banyak mengadakan pameran tunggal baik di dalam negeri maupun di luar negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan di Bangkok (Thailand), Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, Portugal dan negara-negara lain. Lebih kurang 22 negara yang memiliki karya lukisan Basuki Abdullah. Hampir sebagian hidupnya dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun menetap di Thailand dan diangkat sebagai pelukis Istana Merdeka dan sejak tahun 1974 Basuki Abdullah menetap di Jakarta.
Antonio Maria Blanco
Antonio Maria Blanco (15 September 1912 – 10 Desember 1999) adalah seorang pelukis keturunan Spanyol dan Amerika. Antonio lahir di distrik Ermita di Manila, Filipina. Ia pada mulanya hidup dan bekerja di Florida dan California, Amerika Serikat, hingga pada suatu waktu hatinya tertarik untuk mengeksplorasi pulau-pulau di Samudra Pasifik sebagai sumber inspirasinya seperti pelukis Paul Gauguin, José Miguel Covarrubias dan yang lainnya sebelum dirinya. Ia berencana untuk pergi ke Tahiti, tetapi nasib membawanya ke Hawaii, Jepang dan Kamboja, dimana ia menjadi tamu kehormatan Pangeran Norodom Sihanouk.
Dari Cambodia ia kemudian pergi ke Bali pada tahun 1952 dan menikahi seorang wanita model lukisannya dan seorang penari tradisional Bali bernama Ni Ronji pada tahun 1953. Bali memberikan Antonio elemen penting yang ia butuhkan untuk membangun hasrat seninya yang jenius: pemandangan yang indah, suasana lingkungan yang seperti impian, dan keberadaan seni dan cinta yang luar biasa.
Semenjak saat itu, Antonio tidak pernah meninggalkan mimpinya dan mulai mewujudkan mimpinya itu dalam hidup dan karya-karyanya. Ia membangun sebuah rumah tinggal plus museum di Ubud yang menjadi tempat istirahatnya yang penuh keajaiban. Bangunan tersebut dibangun berdasarkan citra dan kesukaannya dimana Antonio menjadi sangat betah tinggal di dalamnya dan sangat jarang keluar.
Tanah tempat dibangunnya tempat tinggal Antonio tersebut adalah tanah pemberian Raja Ubud dari Puri Saren Ubud, Tjokorda Gde Agung Sukawati.
Orang tidak akan bisa membicarakan Antonio Blanco tanpa berbicara mengenai wanita sebab wanita adalah fokus dari karya-karya lukisnya. Bisa dikatakan bahwa Antonio adalah seorang pelukis feminin abadi. Ia merupakan seorang maestro lukisan romantik-ekspresif.
Sepanjang kariernya, Antonio menerima berbagai penghargaan, termasuk diantaranya Tiffany Fellowship (penghargaan khusus dari The Society of Honolulu Artists), Chevalier du Sahametrai dari Cambodia, Society of Painters of Fine Art Quality dari Presiden Soekarno dan Prize of the Art Critique di Spanyol. Antonio juga menerima penghargaan Cruz de Caballero dari Raja Spanyol Juan Carlos I yang memberikannya hal untuk menyandang gelar “Don” di depan namanya.
Banyak kolektor yang menghargai karya-karya lukisnya, seperti aktris Ingrid Bergman, ratu telenovela Mexico Thalía (Ariadna Thalía Sodi Miranda), Soekarno (Presiden pertama Indonesia), Soeharto (Presiden kedua Indonesia), mantan Wakil Presiden Indonesia Adam Malik, Pangeran Norodom Sihanouk, Michael Jackson (penyanyi yang dijuluki Raja Pop Dunia yang sempat membubuhkan tanda-tangannya pada sebuah lukisan sebagai sebuah donasi untuk Children of the World Foundation), dan masih banyak lagi.
Keinginan Antonio untuk suatu hari nanti memiliki museum akhirnya mulai terwujud juga dan diberi nama The Blanco Renaissance Museum. Museum yang mulai dibangun pada 28 Desember 1998 di lingkungan kediamannya yang asri itu kini berdiri megah, menyimpan lebih dari 300 karya Antonio dan secara kronologis memperlihatkan pencapaian estetik dari Antonio muda hingga yang paling mutakhir. Secara arsitektural, bangunan museum yang berkesan rococo itu juga menawarkan filosofi dan kearifan Bali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News