Womanindonesia.co.id – Ini bukan tentang politik, ini tentang kebahagiaan yang paling diinginkan oleh setiap jiwa. Kita ingin memiliki uang banyak karena dengan uang itu diharapkan kita bisa bahagia. Bahkan, kita menjadi manusia baik pun biasanya karena ingin bahagia di surga. Semua berujung pada kebahagiaan.
Dikisahkan, seekor burung kepodang kuning mengepakkan sayapnya terbang meninggalkan keluarganya, meninggalkan kenyamanan yang membosankan yang tidak lagi membuatnya bahagia. Dia mendengar kabar dari rajawali sang penguasa langit tentang pohon kebahagiaan yang berada di sebuah bukit. Siapapun yang hinggap di sana jiwanya akan bahagia terbebas dari penderitaan.
Oriolus chinensis yang biasa disapa kepodang itu bertekad menuju timur untuk menemukan pohon kebahagiaan, apapun rintangannya. Menurut sang rajawali untuk mencapai pohon kebahagiaan itu harus melewati tiga bukit terlebih dahulu; Bukit kenangan, bukit kenyataan, dan bukit harapan. Pohon kebahagiaan tidak akan bisa ditemukan jika tidak berada di tiga bukit tersebut terlebih dahulu. Itu syaratnya.
“Aku memang tak segagah rajawali, tak seanggun flamingo, pun tak seindah cendrawasih, setidaknya aku bisa sebahagia mereka.” Bisik di kepodang sambil mulai mengepakkan sayapnya.
Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan akhirnya kepodang tiba di bukit kenangan. Baru saja hinggap di atap gubuk tua, kepodang terdiam tatapannya kosong seperti sedang dihipnotis. Lalu kenangan-kenangan masa lalunya bermunculan datang silih berganti. Tidak hanya bisa mengingatnya dengan jelas juga bisa merasakannya, begitu nyata.
Teringat kembali anak kesayangannya yang masuk dalam perangkap. Sambil berurai air mata dia berbisik lirih, “Dimana kamu nak, ayah rindu.” Juga teringat kekasihnya yang tewas di tembak pemburu ketika sedang bercengkrama di pagi yang sejuk. Dan puluhan kenangan lainnya termasuk kenangan manis. Tetapi, kenangan pahitlah yang begitu nyata.
Samar-samar terdengar suara menggema, “Terimalah semua yang terjadi di hidupmu dengan ikhlas. Yang sudah terjadi memang harus terjadi jangan ditolak. Menolak takdir sama dengan menolak kebahagiaan.”
“Aku menerima dengan ikhlas semua yang sudah terjadi di hidupku. Aku menerima semua yang Kau takdirkan untukku.” Katanya dalam hati sambil beranjak melanjutkan perjalanan meninggalkan bukit kenangan menuju bukit kenyataan.
Berada di bukit kenyataan terasa begitu damai. Hati tentram, pikirang tenang. Kepodang terpukau menyaksikan kupu-kupu yang sedang berbincang dengan bunga mawar seperti sedang merencanakan sesuatu. Ilalang mengayun ke sana ke mari di goda angin seperti sedang menari balet saja.
Suara itu kembali terdengar, “Kalau kamu hidup di hari ini saja tidak hidup di masa lalu dan masa depan, kamu akan mendapati hidup ini sebenarnya menyenangkan. Syukuri yang ada maka kebahagiaan akan menjadi nyata.”
Kepodang tersadar kalau sebenarnya masa lalu itu sudah berlalu, masa depan pun belumlah ada. Satu-satunya hidangan yang tersedia adalah hari ini. “Terima kasih Tuhan, aku bersyukur untuk semua kebaikan-Mu yang tak terhingga.”
Ini adalah bukit ketiga, bukit harapan. Berada di bukit ini muncul perasaan khawatir. “Aku sudah lelah, apakah aku bisa mencapai pohon kebahagiaan. Jangan-jangan aku tak bisa pulang berkumpul lagi dengan keluargaku.” Dan kekhawatiran-kekhawatiran lainnya.
Di tengah kekhawatiran yang semakin meneror suara itu kembali menggema, “Jangan khawatirkan masa depan biarkan harapan menguasaimu. Harapan yang sebenarnya adalah keyakinan akan kuasa-Nya. Berserah dirilah kepada-Nya.”
“Bukit kenangan, bukit kenyataan, dan bukit harapan sudah berhasil aku lalui, tak sabar ingin segera hinggap di pohon kebahagiaan tuk meluruhkan semua deritaku dan menyerap energi kebahagiaan.” Bisik Kepodang sambil membuka sayapnya bersiap untuk melangit.
Sesuai petunjuk sang rajawali dia bergegas menuju pohon kebahagiaan, tetapi semakin mendekat dia semakin ragu apakah benar pohon yang dijanjikan itu berada di sini. “Ini kan phohon ku, pohon keluargaku tinggal.” Kata kepodang heran sambil mendarat di dahan yang sudah sangat dia kenal.
Masih dalam kebingungan suara itu terdengar, “Ya betul, inilah pohon kebahagiaan itu, pohonmu sendiri. Kebahagiaan berada di dalam dirimu, bukan di luar dirimu. Setelah bisa menerima yang sudah terjadi, setelah mensyukuri semuanya, dan setelah berserah diri kepada-Nya, jiwamu akan bahagia. Untuk bahagia kamu harus bijak dalam menjalani tiga waktu milikmu – masa lalu, masa kini, dan masa depan.”
Selama kita tidak menerima semua yang terjadi dengan ikhlas, selama kita tidak bersyukur, selama kita tidak berserah diri kepada-Nya, selama itu juga hidup kita tidak akan bahagia. Terima, syukuri, pasrahkan!
MOHAMAD RISAT | Motivator Jiwa Bahagia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News