Womanindonesia.co.id – Seperti kata orang bijak, “kualitas tertinggi memaafkan adalah memaafkan yang tak termaafkan.” Pada kenyataannya, jangankan yang tak termaafkan yang termaafkan pun susah untuk dimaafkan. Maaf itu mudah diucapkan tetapi sulit dalam pelaksanaannya.
Dalam bahasa Inggris maaf itu adalah Forgive (For-Give) atau dalam terjemahan bebasnya adalah untuk memberi. Memberi seperti apa? Memberi dengan tulus atau biasa disebut dengan Unconditional Forgivness (memaafkan tanpa syarat). Karena jika memaafkan dengan syarat tertentu sebenarnya itu bukan maaf yang sebenarnya maaf, itu adalah transaksi.
“Aku akan memaafkan kamu asal jengan pernah berhubungan lagi dengannya.” Itu maaf yang bersyarat. Atau, “Aku sudah memaafkannya tetapi proses hukum harus jalan terus.” Ya, itu juga sama. Harusnya maaf itu tulus, seperti Tuhan yang tetap memberi napas kepada para pendosa. Tuhan tidak mengatakan, “Aku akan memberimu napas kalau kamu berubah menjadi orang baik.” Tuhan memberi maaf kepada siapa pun yang memintanya – bahkan kepada yang tidak memintanya. Itulah maaf yang sebenarnya. Itulah rahasia tersembunyi dari salah satu sifat Tuhan yaitu “Tuhan Maha Pemaaf”.
Tidak memaafkan orang yang bersalah kepada kita sama dengan menghukum diri sendiri untuk kesalahan yang orang lain lakukan. Apalagi kalau orang itu sudah meminta maaf dan kita tidak memaafkannya, dia sudah terbebas dari karmanya kita masih menderita karenanya.
Lalu bagaimana jika yang melakukan kesalahan pada diri kita adalah diri kita sendiri? Ini lebih rumit lagi. Pihak yang bersalah dan yang menanggung akibat dari kesalahannya adalah diri kita sendiri, bukan siapa-siapa. Kita harus mendamaikan perseteruan dua aku. Kita harus memaafkan kesalahan yang kita lakukan pada diri kita sendiri, membebaskan diri dari perasaan bersalah.
Ada empat proses memaafkan diri sendiri yang harus dilakukan supaya terbebas dari rasa bersalah yaitu responsibility, remorse, restoration, dan renewal. Lakukan empat langkah ini, bebaskan dirimu dari rasa bersalah:
RESPONSIBILITY
Rensponsibility (tanggung jawab) adalah sikap kesatria sebagai awal dari pemaafan diri sendiri. Akui kesalahan dan ambil tanggung jawab, bukan menghindar apalagi mencari pembenaran. “Ini adalah kesalahan yang aku lakukan. Akulah yang paling bertanggung jawab atas masalah ini dan bersedia menanggung apapun dampak yang ditimbulkan dari kesalahan yang kuperbuat ini.” Kurang lebih katakan itu.
REMORSE
Setelah mengakui kesalahan dan bersedia bertanggung jawab, yang harus dilakukan berikutnya adalah remorse (menyesal). Tanpa ada penyesalan atas kesalahan yang pernah dilakukan besar kemungkinan seseorang akan mengulangi perbuatan salahnya. Itu juga bukan yang dilakukan oleh Nabi Adam setelah dipindahkan dari surga ke bumi, beliau menyesali kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi? Begitu juga kita seharusnya.
RESTORATION
Restoration (memperbaiki) adalah proses perbaikan mental yang harus dilakukan dengan kesadaran, dengan upaya nyata buka sekadar retorika. Temui orang terpercaya yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka batin atau dampak lainnya yang ditimbulkan. Jangan menyangkalnya, jangan merasa diri baik-baik saja dan menganggap semua akan sembuh dengan sendirinya. Jika itu kesalahan ringan mungkin waktu bisa menyembuhkan, tetapi jika itu adalah kesalahan yang fatal, sebaiknya lakukan sesuatu untuk memperbaikinya.
RENEWAL
Setelah melakukan responsibilty, remorse, dan restoration, baru kita akan mencapai pembaruan diri (renewal). Kita akan seperti terlahir kembali, terbebas dari rasa bersalah. Proses memaafkan diri sendiri sudah selesai. Selama renewal belum tercapai selama itu juga sebenarnya kita belum memaafkan diri sendiri.
Maafkan mereka yang sudah berbuat salah kepadamu, juga maafkan dirimu sendiri atas kesalahan yang pernah kamu lakukan kepada orang lain dan kepada dirimu sendiri. Karena hanya dengan cara itulah hidupmu akan tenang dan bahagia. Dan yang terberat dan tertinggi nilainya adalah memaafkan yang tak termaafkan. Jika itu sudah bisa kamu lakukan, kamu memiliki kualitas diri yang baik, yang sudah menerapkan ajaran agama dengan baik bukan hanya sekadar hafal ayat-ayat dan teori-teori spiritual saja.
Mohamad Risat
Motivator Jiwa Bahagia
Tulisan ini ekslusif ditulis oleh penulisnya langsung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News