Womanindonesia.co.id – Pelaku pelecehan seksual terhadap anak bukanlah orang-orang menakutkan yang mengintai di taman bermain mencari peluang. Menurut Crimes Against Children Research Center, 90% anak yang mengalami pelecehan seksual mengenal pelakunya .
Pelaku pelecehan seksual ada di mana saja dan kapan saja. Pelaku adalah orang-orang biasa yang karismatik yang mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Pelaku bisa jadi anggota staf di sekolah anak Anda, pelatih atau instruktur musik anak, pengasuh, bahkan anggota keluarga Anda sendiri.
Yang benar adalah bahwa pelaku seksual terlihat dan bertindak seperti orang “normal” lainnya. Mungkin sulit untuk mendeteksinya.
Namun, ada kesamaan yang dimiliki oleh hampir semua pelaku dimana mereka sering menggunakan perilaku tertentu untuk mendandani anak untuk pelecehan.
Perilaku ini bersifat metodis, halus, bertahap, dan meningkat artinya meningkat seiring berjalannya waktu. Inilah yang disebut perilaku Grooming.
Meskipun hal ini mungkin menakutkan untuk dipikirkan, mengetahui pola grooming ini akan membantu Anda mengetahui cara mengidentifikasi perilaku grooming, memperkuat intuisi pengasuhan Anda, dan membantu secara signifikan menurunkan risiko anak Anda dilecehkan secara seksual dan mengenali tanda-tanda perilaku perawatan.
Bentuk Perilaku Grooming
Enam perilaku perawatan umum yang perlu diketahui setiap orangtua sebagai berikut:
1. Membentuk Hubungan
Pelaku berusaha untuk membentuk hubungan dengan anak-anak. Mereka biasanya menghabiskan waktu luangnya dengan anak-anak dan cenderung lebih tertarik menjalin hubungan dengan anak-anak daripada orang dewasa.
Mereka akan memilih satu anak sebagai “istimewa” dan memberinya perhatian dan hadiah ekstra sebagai cara untuk membentuk ikatan di antara mereka. Mereka akan menaruh minat khusus pada penampilan dan pakaian anak dan mungkin mengambil foto anak secara berlebihan.
2. Batas Pengujian
Pelaku akan mencoba menguji batas-batas tingkat kenyamanan anak Anda. Kadang-kadang mereka akan menceritakan lelucon yang tidak sopan atau seksual untuk melihat bagaimana tanggapan anak tersebut. Mereka mungkin mencoba memainkan permainan seksual seperti permainan celana, jujur-atau-berani, atau permainan telanjang.
Mereka akan melihat bagaimana reaksi anak saat memasuki kamar anak atau tempat normal di mana anak diharapkan memiliki privasi, seperti kamar kecil. Pelaku berkembang dalam kerahasiaan, dan menguji batasan membantu mereka mengetahui apakah mereka dapat melanjutkan tanpa tertangkap.
3. Sentuhan
Pelaku akan menguji batas-batas sentuhan dengan anak Anda. Mereka biasanya memulai dengan sentuhan non-seksual seperti tos dan pelukan. Mereka perlahan-lahan dapat berkembang menjadi sentuhan yang tidak pantas seperti secara tidak sengaja menyentuh bagian tubuh pribadi, hanya untuk melihat bagaimana reaksi anak tersebut.
Mereka mungkin mencium atau menyuruh anak duduk di pangkuan mereka. Hal yang perlu diperhatikan adalah mereka akan beralih dari sentuhan yang sangat polos dan berkembang menjadi sentuhan yang lebih seksual untuk menguji reaksi si anak.
4. Mengintimidasi
Pelaku menggunakan intimidasi untuk menjaga agar anak tidak memberitahu orang lain tentang pelecehan tersebut. Mereka akan mulai dengan menguji reaksi anak ketika disalahkan atas sesuatu yang sederhana. Mereka akan melihat apakah anak itu menolak atau memberi tahu orang dewasa.
Kemudian mereka akan berkembang menjadi mengancam anak atau menyebabkan anak merasa bersalah. Mereka sering menggunakan rasa takut atau malu untuk mencegah seorang anak memberi tahu orang lain tentang pelecehan tersebut.
Mereka mungkin menggunakan pernyataan seperti, “Tidak ada yang akan mempercayai Anda,” atau mengancam mereka dengan bahaya (atau bahaya bagi seseorang yang mereka cintai) agar mereka tidak memberi tahu.
5. Berbagi Materi Seksual Eksplisit
Pelaku sering berbagi materi seksual untuk menormalkan seks. Mereka akan menggunakan istilah seksual secara bebas di hadapan anak Anda. Mereka akan menampilkan gambar atau video seksual. Mereka akan sering memulai hubungan seksual melalui pesan WhatsApp/ SMS terlebih dahulu.
6. Berkomunikasi Secara Rahasia
Pelaku akan mencari saluran komunikasi apa saja untuk berkomunikasi dengan anak secara diam-diam. Seringkali interaksi ini dimulai secara online. Mereka sering mendorong SMS, email, dan semua panggilan menjadi rahasia. Ingat pelaku berkembang dalam kerahasiaan, sehingga mereka akan selalu mendorong anak untuk merahasiakan semuanya.
Dampak Grooming Terhadap Anak
Grooming dapat menyebabkan anak:
- berpikir seolah-olah mereka memiliki hubungan yang penting dan khusus dengan orang yang menyakiti mereka;
- mengalami kebingungan atas sifat hubungan mereka;
- menginternalisasi pelecehan sebagai kesalahan mereka, merasa bertanggung jawab atas setiap kerugian yang dialami dan takut mereka akan disalahkan, dihukum, atau tidak dipercaya;
- takut bahwa mereka akan dipisahkan dari keluarga atau rumahnya jika mereka angkat bicara; dan/atau;
- percaya bahwa pengungkapan akan membahayakan seseorang atau sesuatu yang mereka cintai dan sayangi, seperti anggota keluarga atau hewan peliharaan.
Grooming mencakup serangkaian perilaku dan/atau komunikasi verbal atau tertulis, dengan anak atau remaja, atau dengan orang dewasa yang berarti, dengan maksud memfasilitasi kontak seksual dengan anak atau remaja dan mencegah pengungkapan.
Grooming online dapat dilakukan melalui ponsel dan platform interaktif termasuk aplikasi obrolan dan pesan instan, media sosial, dan game. Pelaku menggunakan platform interaktif sebagai pintu gerbang untuk memulai kontak dengan seorang anak.
Sulit untuk menentukan apakah seorang anak dirawat sampai setelah pelecehan seksual terjadi, karena pelaku yang merawat seorang anak sering menunjukkan kesamaan perilaku peduli yang tulus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News