Womanindonesia.co.id – Di tengah terus meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan, upaya pemulihan bagi para penyintas tidak lagi hanya terpaku pada layanan psikologis konvensional. Komunitas Broken but Unbroken hadir sebagai alternatif baru yang menjadikan ruang virtual sebagai tempat aman untuk bercerita dan memulihkan diri, tanpa rasa takut dan stigma.
Komnas Perempuan mencatat sebanyak 330.097 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terjadi sepanjang 2024, naik lebih dari 14% dibandingkan tahun sebelumnya. Situasi ini menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan akan dukungan emosional dan ruang pemulihan yang mudah diakses, aman, dan tanpa prasangka khususnya bagi perempuan penyintas kekerasan.
Melalui forum daring bertajuk Ruang Aman Bercerita, komunitas Broken but Unbroken menawarkan pendekatan digital yang empatik. Siapa pun bisa bergabung secara anonim dan berbagi kisah dalam sesi virtual yang berlangsung setiap hari pukul 19.00 hingga 21.00 WIB.
Pendiri komunitas, Kartika Soeminar, menegaskan bahwa forum ini bukan ruang untuk menilai atau menggurui, melainkan wadah saling mendengar. “Kami ingin menciptakan tempat yang benar-benar aman. Tidak perlu langsung bercerita, cukup dengarkan dulu sampai merasa siap,” ujar Kartika saat ditemui dalam acara Jakarta Anti-Violence Forum 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Didirikan oleh Kartika yang juga dikenal sebagai edukator publik tentang Narcissistic Personality Disorder (NPD), komunitas ini kini telah menjangkau lebih dari 5.000 anggota di berbagai kota di Indonesia. Melalui kanal Instagram @brokenbutunbroken\_, akses ke Ruang Aman Bercerita dibuka secara inklusif bagi siapa saja yang membutuhkan teman bicara.
Psikolog klinis Maria M. T. Fernandez, M.Psi., yang menjadi mentor probono komunitas ini, menjelaskan bahwa metode regulasi emosi seperti Dialectical Behavioral Therapy (DBT) sangat membantu penyintas memahami dan mengolah perasaan-perasaan yang berkecamuk akibat trauma.
“Kita tidak bisa menyembuhkan luka emosional dengan menyimpannya sendirian. Dukungan sosial dalam lingkungan yang aman sangat berpengaruh,” tegas Maria.
Menurut Maria, penyintas kekerasan kerap mengalami kesulitan dalam fokus, menarik diri dari aktivitas sosial, dan mengalami gangguan relasi interpersonal akibat pikiran-pikiran intrusif dari trauma masa lalu. Komunitas seperti Broken but Unbroken dapat menjadi penyangga emosional untuk mencegah kondisi tersebut berkembang menjadi gangguan mental yang lebih berat seperti depresi atau gangguan kepribadian.
Tidak hanya menawarkan dukungan emosional, komunitas ini juga menjembatani korban untuk mendapatkan bantuan hukum. LBH APIK Jakarta melalui staf pelayanan hukumnya, Said Niam, S.H., mengimbau korban untuk segera mengakses bantuan hukum.
“Penting untuk menyimpan bukti-bukti kekerasan, baik fisik maupun psikis, agar korban dapat mendapatkan keadilan. Dan penting juga untuk berkonsultasi dengan pihak yang memiliki perspektif keberpihakan kepada korban,” jelas Said.
Bantuan hukum kini bisa diakses secara daring, melalui nomor WhatsApp 0813888226699 atau email pengaduan [LBHAPIK@gmail.com](mailto:LBHAPIK@gmail.com). Pendekatan ini memperkuat ekosistem pemulihan korban kekerasan secara menyeluruh dari sisi psikologis hingga perlindungan hukum.
Keberadaan forum virtual seperti Ruang Aman Bercerita menjadi contoh konkret bagaimana teknologi digital mampu menghadirkan ruang dukungan yang inklusif, cepat, dan ramah bagi korban kekerasan, terutama di tengah keterbatasan layanan tatap muka.
Di sinilah komunitas bergerak bukan hanya sebagai tempat curhat, tapi sebagai sistem pendukung yang menyelamatkan jiwa.
“Kadang yang kita butuhkan cuma satu hal: tempat yang tidak menghakimi. Dan itu bisa dimulai dari ruang virtual ini,” tutup Kartika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News