Hari Film Nasional (HFN) jatuh pada tanggal 30 Maret yang diperingati setiap tahun dan disamakan dengan hari pengambilan gambar film Darah dan Doa yang disutradarai oleh Usmar Ismail.
Womanindonesia.co.id – Peringatan Hari Film Nasional dibuat dalam upaya meningkatkan kepercayaan diri, motivasi para insan film Indonesia serta untuk meningkatkan prestasi mengangkat derajat film Indonesia secara regional, nasional dan internasional.
Sejarah Hari Film Nasional
Dilansir dari tirto.id pada 19 Agustus 1984, dalam sidang Majelis Musyawarah Perfilman Indonesia (MMPI) diadakan di Yogyakarta dalam rangkaian FFI 84 diajukan beberapa tanggal sebagai Hari Film Nasional, yakni 6 Oktober dan 30 Maret.
Meskipun Loetoeng Kasaroeng (1926) merupakan film pertama yang dibuat di Indonesia, tapi pembuatnya adalah orang asing, L Heuveldorp yang berkebangsaan Belanda. Jadi film itu tidak ditetapkan sebagai Hari Film Nasional.
Selain itu, meskipun Indonesia telah merdeka sejak 1945, tapi perusahaan film nasional baru berdiri pada 1950. Umar Ismail dan kawan-kawan mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Usmar Ismail adalah seorang sutradara film Indonesia dan dianggap sebagai warga pelopor perfilman Indonesia.
Jasanya yang besar di bidang Perfilman membuat namanya dikenang dalam salah satu ajang penghargaan bagi insan perfilman di Indonesia: Usmar Ismail Awards. Dunia perfilman Indonesia mulai bangkit lagi pada 1950.
Kala itu, sutradara Indonesia, Usmar Ismail mendirikan NV Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) dan langsung memproduksi film berjudul “Darah dan Doa” atau “The Long March of Siliwangi” melalui skenario Sitor Situmorang.
Pada 30 Maret 1950, menjadi hari pertama syuting film tersebut. Film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang mengusung ciri Indonesia. Selain itu, film ini merupakan film pertama yang disutradarai oleh orang Indonesia dan diproduksi oleh perusahaan film Indonesia, Perfini yang didirikan Usmar Ismail.
Kemudian, pada 1951 perkembangan dunia film nasional semakin menggeliat. Ini tak lepas dari diresmikan Metropole, bioskop termegah dan terbesar pada saat itu. Jumlah bioskop pun semakin pesat keberadaanya. Namun, sebagian besar memang dimiliki oleh kalangan nonpribumi.
Pada tahun 1955 terbentuklah Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPEBI) yang akhirnya melebur menjadi Gabungan Bioskop Seluruh Indonesia (GABSI).
Dari perkembangan tersebut, alhasil pada 11 Oktober 1962 pada Konferensi Dewan Film Nasional dengan Organisasi Perfilman menetetapkan 30 Maret menjadi Hari Film Nasional. Penetapan tanggal ini berdasarkan hari pertama syuting dari film “Darah dan Doa” karya Usmar Ismail.
Keputusan ini dengan terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 25 Tahun 1999 tentang Hari Film Nasional di Era Presiden BJ Habibie.
Adapun tujuan penetapan 30 Maret adalah sebagai Hari Film Nasional sebagai upaya meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi para insan film Indonesia. Selain itu, untuk meningkatkan prestasi yang mengangkat derajat film Indonesia secara regional, nasional, dan internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News