WomanIndonesia.co.id – Selama pandemi, ketakutan akan risiko terjangkit virus corona (COVID-19) ketika mengunjungi rumah sakit atau klinik telah menghalangi pasien untuk mendapatkan perawatan kesehatan, menyampaikan gejala penyakit yang dirasakan atau datang untuk melakukan pemeriksaan rutin.
Banyak pasien yang terdiagnosa dengan kanker bahkan tidak meneruskan pengobatan mereka. Diagnosa sedini mungkin dan pengobatan yang tepat merupakan faktor penting untuk menentukan keberhasilan pengobatan kanker.
Kanker ovarium diderita oleh banyak perempuan di dunia. Minimnya informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai kanker ovarium, dibandingkan kanker payudara ataupun kanker serviks yang termasuk kanker pada perempuan, menjadi salah satu penghambat upaya pencegahan dan pendeteksian dini.
Padahal kanker ovarium merupakan penyebab kematian nomor 8 akibat kanker pada perempuan di seluruh dunia. Di Indonesia, kanker ovarium berada di peringkat 3 dari sisi insiden dan tingkat kematian untuk penyakit kanker pada perempuan.
Melihat fakta ini, AstraZeneca bekerja sama dengan Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia (HOGI) dan Indonesian Cancer Information & Support System (CISC) meluncurkan Kampanye 10 Jari untuk mengenal faktor risiko dan deteksi dini kanker ovarium.
Kampanye 10 Jari adalah kampanye untuk mengenal 6 faktor risiko dan 4 tanda kanker ovarium. Enam faktor risiko kanker ovarium yaitu memiliki riwayat kista endometriosis, ada riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium dan kanker payudara, mengalami mutasi genetik (contoh BRCA), angka paritas rendah, gaya hidup buruk dan pertambahan usia.
Empat tanda kanker kanker ovarium adalah kembung, nafsu makan berkurang, sering buang air kecil dan nyeri panggul atau perut. Pada umumnya kanker ovarium tidak disertai gejala pada stadium awal.
Ketua HOGI, Dokter Spesialis Onkologi dan Ginekologi konsultan Prof. Andrijono mengatakan, setiap perempuan perlu mewaspadai ancaman kanker ovarium dengan mengenal faktor risiko dan deteksi dini kanker ovarium.
Gejala kanker ovarium sering kali disalahartikan dengan gejala penyakit lain, sehingga sering luput dari perhatian dan baru ditemukan ketika telah mencapai stadium lanjut.
“Padahal jika dideteksi lebih awal, kanker ovarium dapat ditangani. Tapi, faktanya 20% dari kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal, 94% pasien stadium awal ini akan dapat hidup lebih dari 5 tahun setelah didiagnosis,” kata Prof. Andri pada webinar Sabtu (29/5).
Lebih lanjut Prof. Andri mengatakan, PAP Smear tes tidak dapat mendeteksi kanker ovarium dan tidak ada gejala spesifik sebagai penanda awal. Olehnya itu Kampanye 10 Jari akan membantu perempuan Indonesia lebih waspada terhadap kanker ovarium.
“Segera ke dokter, jika memiliki salah satu dari 6 faktor risiko dan salah satu dari 4 gejala kanker ovarium,” kata Prof. Andri.
HOGI mengapresiasi sinergi dengan AstraZeneca dan CISC dalam upaya meningkatkan kesadaran perempuan Indonesia terhadap kanker ovarium. “Harapannya semakin banyak perempuan yang melakukan deteksi dini kanker ovarium dan memiliki harapan hidup yang lebih baik,” kata Prof Andri.
Direktur AstraZeneca Indonesia, Rizman Abudaeri mengaku bangga dapat bekerjasama dengan CISC dan HOGI dalam upaya untuk membantu para pasien mendapatkan diagnosa sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan medis dengan mengunjungi dokter tanpa hambatan.
“Kami berkomitmen untuk memberikan akses terhadap obat-obatan inovatif untuk kualitas hidup yang lebih baik bagi para pasien termasuk perawatan kanker ovarian di Indonesia,” kata Rizman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News